AKU TERJEBAK DALAM FENOMENA COMTE! AKU TAK BISA LEPAS DARI JERAT POWERNOW!
Refleksi kuliah 8 Filsafat Ilmu
Pendidikan
NURAFNI RETNO KURNIASIH / 15709251007
Selasa, 10 November 2015 ruang 305b
gedung pasca lama.
Prof.Dr.Marsigit, M.A.
Bismillahirrahmannirrahim,
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh...
Perkuliahan pertemuan ke delapan dengan bapak
Prof.Dr.Marsigit, MA di kelas A Program Pascasarjana UNY jurusan pendidikan
matematika semester 1 angkatan 2015 pada
pukul 11.10 dimulai dengan berdoa sesuai dengan kepercayaan masing – masing.
Perkuliahan dihadiri oleh mahasiswa kelas A yang berjumlah 20 orang. Bapak
marsigit menggambarkan peta konsep pada papan tulis, sebagai berikut:
Penjelasan dari gambar di atas yaitu berbicara tentang Peradaban Dunia. Obyek filsafat itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Kemudian kalau kita pikirkan dari objek filsafat itu, tidak lain dan tidak bukan adalah sifatnya dan hubungan antara sifat – sifatnya. Kemudian dari sifat, hubungan, kemudian strukturnya. Yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai bermilyar – milyar sifat pangkat semilyar pun aku belum selesai menyebutkannya dan tidak akan mampu menyebutkannya. Kalau aku bisa menyebutkan maka aku tidak akan bisa kembali.
Kemudian kita menggunakan reduksi,
kita mempunyai filsafat reduksionisme. Manusia itu sifatnya
sebagai seorang reduksifis. Hidup itu pilihan, kita
terlahir tidak bisa memilih namun telah dipilihkan oleh Tuhan. Selanjutnya
setelah kita diberi otonomi (lahir adalah otonomi dari orang tua) maka kita
bisa memilih untuk batas – batas ruang dan waktu yang mungkin bagi kita.
Akan kita pilih sifat – sifat yang kita
pikirkan, terserah dan tergantung kita mau membangun apa. Misalnya mau
membangun rumah tangga, membangun kepercayaan, membangun ilmu. Maka saya boleh
pilih sifat – sifat disini yang satu dengan yang lainnya saling ber-anti tesis.
Yang satu bersifat
tetap yang satu bersifat berubah.
Tetap itu, tetap saja saya sebagai
manusia,kecil ya manusia, besar ya manusia, dewasa ya manusia, tua ya manusia,
kalau sudah menjadi fosil ya fosil manusia. Tetap saja manusia. Yang tetap itu tokohnya
Permenides. Maka dikenal filsafatnya Permenidesianism.
Yang berubah sudah jelas, dari saat ke saat
selalu berubah. Yang berubah tokohnya Heraclitos.
Dikenal filsafatnya Heraclitosianism.
Selanjutnya berbicara tentang yang bersifat
tetap habitatnya dimana, dan yang berubah habitatnya dimana. Yang tetap itu
habitatnya di dalam pikiran, yang berubah habitatnya di luar pikiran.
Yang di dalam pikiran bersifat absolut atau
ideal, maka kita mempunyai filsafat absolutisme atau
idealisme. Tokohnya adalah Plato. Atau disebut
filsafatnya Platonism.
Yang di luar pikiran bersifat real atau nyata,
maka ada filsafat yang namanya realism. Tokohnya Aristoteles.
Atau disebut filsafatnya Aristotelianism.
Yang berada di bagian bawah garis tengah itu sifatnya
relatif, muncullah
filsafat relatifism.
Tokohnya yaitu Einstein. Relatif bersifat I ≠ I
atau kontradiksi. Yang
dimaksud kontradiksi adalah I pertama tidak sama dengan I kedua karena peduli
terhadap ruang dan waktu. Yang berada di bagian atas garis tengah bersifat tetap
atau bersifat identitas, yaitu I = I. I yang
pertama sama dengan I yang kedua.
Seindah – indahnya, sehebat – hebatnya metode
pasti ada indikatornya. Indikatornya ialah menuju ke arah tidur. Maka indikator
bahwa saya (bapak Marsigit) bagus metodenya (dalam mengajar) adalah mulai mengantuk.
Itu adalah pertanda bahwa metodenya bagus.
Di bagian bawah garis adalah ruang lingkup dunia persepsi.
Persepsi itu memakai panca indera. Dilihat, diraba, dipegang, disikut,
ditendang. Maka nilai
kebenarannya
adalah cocok atau korespondensi. Maka muncul filsafat korespondensianism. Di
bagian atas garis adalah ruang lingkup yang nilai kebenarannya yang penting
konsisten. Pikiran menjadi ilmu kalau konsisten. Maksudnya adalah
kamu bisa membuat apa saja silahkan, tak bermakna juga tidak masalah sepanjang kamu
mau mementingkan konsistensinya. Misalkan x adalah alien, anda tetapkan
definisi, alien adalah sesuatu yang sesuatu ... kemudian membuat postulat alien
+ alien = alien, dan seterusnya hingga ketemu teoremanya.
Didalam filsafat tidak hanya sekedar abstrak
dan konkret. Antara konkret dan real itu berbeda. Perbedaan real dengan konkret
adalah, jika konkret itu antitesisnya abstrak sedangkan real itu antitesisnya
absolut atau ideal. Laki – laki adalah antitesis dari wanita. Antitesis dari
wanita tidak hanya laki -laki namun bisa juga banci. Oleh karena itu ruang
lingkup yang dibawah garis sifatnya sintetik, yaitu lebih kepada faktanya.
Sedangkan ruang lingkup yang di atas garis sifatnya analitik, maksudnya
adalah jika kita mau bicara apa saja terserah yang penting logis dan dapat di
terima nalar. Sintetik ada tiga perkara, hubungannya dengan benda; (1) dia
adanya saling terhubung; (2) dia berlaku hukum sebab akibat; (3) dia masuk
dunia persepsi (dapat dipersepsi).
Dari sifat – sifat tersebut maka dapat menghasilkan
sifat berikutnya. Bersifat analitik otomatis bersifat apriori. Apriori
maksudnya karena cukup logis di dalam pikiran maka pikiranku bisa meneruskan
logika dari ide sebelumnya ke ide berikutnya. Wujudnya entah seperti apa tapi
pikiranku bisa kesana. Contoh analitik apriori adalah ketika seorang pasien
berkonsultasi kepada dokter tentang penyakitnya lewat telepon, kemudian tanpa
melihat kondisi pasien dokter bisa memberikan resep obat dilihat dari gejala
penyakit yang disampaikan lewat telepon tersebut. Dokter memberikan
konsep-konsep yang telah dipelajari, dan dia apriori, paham walaupun tidak
melihat pasiennya.
Bersifat analitik juga dapat bersifat aposteriori. Contohnya
dokter hewan, ketika berkonsultasi tentang penyakit hewan lewat telepon tidak
bisa di jelaskan kondisinya karena hewan (misalnya sapi) tidak bisa berbicara.
Dokter hanya bisa mengetahui penyakit si sapi setelah melihat langsung
kondisinya.
Analitik apriori kemudian menghasilkan cara
berpikir menggunakan rasio. Lahirlah aliran filsafat rasionalism. Tokohnya
adalah Rene
Descartes. Sintetik apriori adalah sebagai hasil dari empiris/ pengalaman.
Lahirlah aliran filsafat empirisism. Tokohnya adalah David Hume.
Empirisim dan Rasionalism selama satu abad
lebih (akhir abad ke 15) saling bersaing menyalahkan dan mengunggulkan
pendapatnya. Pada masa itu terjadilah pertempuran hebat dalam bentuk ide antara
David Hume dan Rene Descartes. Pendapat Rene Descartes adalah “Tiadalah ilmu
kalau tidak berdasarkan rasio” sedangkan pendapat David Hume adalah “Tiadalah
ilmu kalau tidak dibangun di atas pengalaman”. Lalu hadirlah juru damai yaitu
Imanuel Kant.
Immanuel Kant (1671) menyatukan pendapat Rene Descartes
dan David Hume, dan membawa pendapat bahwa “sebenar – benar ilmu
adalah sintetik apriori”. Sintetik artinya cobalah, apriori
artinya pikirkanlah. Maka sebenar- benar filsafat ilmu adalah pikirkan
pengalamanmu, dan terapkanlah pikiranmu.
Yang berada di ruang lingkup atas garis bersifat formal, maka
lahirlah filsafat formalism. Tokohnya D. Hilbert. Yang
berada di ruang lingkup bawah bersifat logis, lahirlah filsafat logisism. Tokohnya
SB.
Russel. Kalau dinaikan lagi sampai paling atas, akan sampai
kepada tingkatan transenden, yaitu diluar pikiran kita.
Para dewa adalah transenden bagi para daksa, pemimpin adalah transenden bagi
rakyatnya, Subjek adalah transenden bagi semua sifat – sifatnya, demikian
seterusnya.
Identitas bersifat tunggal atau bersifat satu kebenarannya. Akan tetapi yang
maha Tunggal yaitu spiritual. Maka tunggal disini dalam filsafat menjadi Monism.
Maha tunggal dari keseluruhan adalah kuasa Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha Esa.
Hal – hal yang dibicarakan disini mudah kita
pahami karena ada chemistry dalam kehidupan kita. Kalau digambarkan, ada
tingkatan dunia konkret, dunia formal, dunia normatif dan dunia spiritualnya. Tingkatan
dunia ini cocok dengan struktur dunia di Indonesia. Dengan segala macam pernak
- perniknya (struktur dunia) ada zaman kegelapan. Zaman kegelapan adalah zaman
dimana yang benar itu hanya milik gereja. Orang lain di luar gereja, orang awam
tidak boleh berbicara tentang kebenaran, apalagi mengklaim dan mencari
kebenaran. Semua kebenaran hanya berasal dari yang direkomendasikan oleh
gereja. Korban dari zaman kegelapan itu sudah banyak, kalau melanggar hukumannya
adalah mati. Salah satu peninggalan yang sampai sekarang masih ada walaupun
sudah mulai ditinggalkan adalah paham geosentris menuju heliosentris. Zaman
dahulu gereja berpendapat bahwa bumi adalah pusat dari alam semesta, dengan
bintang – bintang yang mengelilinginya. Yang selanjutnya hal itu di analogikan
dengan keyakinannya.
Diam – diam, orang menggunakan pemikirannya.
Terjadi revolusi dari pendapat kebenaran gereja itu. Revolusi dinamakan revousi
copernicus. Dari situ lahirlah filsafat copernicusianism. Copernicus
menyelidiki dan menulis penelitiannya tentang bumi yang ternyata bukan pusat
alam semesta, namun matahari lah yang merupakan pusatnya. Namun hasil
penelitian itu disembunyikan karena yang ketahuan melakukan penelitian semacam
itu pada masa itu dikira melakukan perdukunan, seperti Galileo Galilei yang
berusaha mengukur kecepatan suara dari dua bukit, dia sudah menyalahi ketentuan
gereja kemudian dibunuh. Copernicus dengan hasil penelitiannya, dapat membantah
sesuatu yang sangat besar yang diyakini gereja. Merubah pendapat dari
geosentris ke heliosentris. Bumi itu sebenarnya bergerak berputar pada porosnya
sambil berjalan seperti spiral. Filosofinya adalah jangan anda pikir kita itu
tetap. Dilihat dari perjalanan bumi, selama hidup kita tidak akan pernah
menempati tempat yang sama, karena bumi terus berputar sambil bergeser
mengelilingi matahari. Dari revolusi copernicus tersebut akhirnya muncullah
tokoh – tokoh seperti Rene Descartes dan David Hume.
Selanjutnya pasca revolusi copernicus muncul seorang
pemuda baru bernama Auguste Comte, dia berasal dari Perancis.
Sejarah singkatnya, Auguste Comte kuliah di politeknik Paris tapi tidak lulus,
akhirnya dia membuat buku filsafat. Idenya adalah sumber dari segala sumber
kehidupan dari dulu sampai sekarang bukan berangkat dari spiritualitas. Bagi
Auguste Comte semua pendapat yang sudah ada selama itu adalah meaningless, tokoh
– tokoh yang berpendapat tentang ilmu tidak ada artinya sama sekali. Menurutnya
semua tidak ada gunanya. Dia hanya berbicara yang konkret – konkret saja.
Singkatnya, di dunia sekarang ini kita butuh butuh apa. Pertentangan pendapat berabad
– abad dari jaman Yunani hingga saat itu tidak ada gunanya, malah sampai Socrates,
Bruno dan Galileo dihukum mati. Pemikiran Comte yang praktis adalah tujuan kita
adalah mau membangun dunia. Dengan bahasa kita sekarang, Comte berkata
“dengarkan baik baik, kalau ingin membangun dunia tidak bisa kalau berlandaskan
agama, sebab menurut saya agama itu tidak logis, agama itu irasional. Kita
butuh membangun itu yang rasional dan yang logis, maka agama harus diletakkan diposisi
bawah (struktur bawah), diatasnya baru filsafat, yang paling atas adalah metode
positif/ saintifik/metode ilmiah.”
Inilah benang merah kurikulum 2013 yang
ternyata berasal dari pemikiran dimana agama dimarginalkan. Kalau begitu, untuk
kita yang beragama, berani – beraninya agama diletakkan di posisi terbawah, apakah
si pengembang kurikulum itu tidak mengerti kalau asal – usulnya begitu. Inilah
yang disebut fenomena auguste comte. Dengan memposisikan agama menjadi yang
terbawah (kasarnya spiritualitas dikesampingkan bahkan cenderung di sepelekan) kemajuan
menjadi sangat pesat di dunia. Sementara di Indonesia masih memegang struktur material
formal normatif spiritual dimana posisi spiritual di Indonesia masih menjadi
yang tertinggi. Perkembangan dunia dengan ditopang dengan ilmu – ilmu dasar seperti
matematika murni, biologi murni, fisika murni dsb mampu menghasilkan teknologi
industri dan industrialisasi dunia barat (revolusi Industri).
Tanpa kita sadari dunia kita kemudian
menjelma dari archaic, tribal, tradisional, feodal, modern, posmodern,
posposmodern, sampai kepada tingkatan tertinggi dunia
yaitu powernow/
kontemporer.
Memandang Indonesia dari kacamata dunia,
sebenarnya kasihan karena Indonesia terlihat kejepit, cita – citanya besar
namun kenyataannya terjepit dunia barat dengan perkembangan industrialisasi dan
dunia timur yang powernow. Bayangkan di dunia powernow, tingkatan spiritualnya
diletakkan di paling dasar. Itulah sebab gagalnya Belanda menjajah Indonesia
karena kurang didukung oleh spiritualisme. Belanda pada saat yang sama mulai meninggalkan
spiritual menuju powernow yang disokong oleh kapitalisme, pragmatisme,
utilitarian, hedonisme, materialisme dan liberalisme.
Tanpa kita sadari kita didukung oleh kapitalisme,
pragmatisme, utilitarian, hedonisme, materialisme dan liberalisme
setiap
hari. Semuanya terkooptasi dibawah pengaruh kehidupan powernow dalam semua hal
tanpa kecuali. Kalau kita membuka internet, kemudian membuka yahoo, itu adalah
terasnya powernow. Misalnya anak muda jaman sekarang saja untuk mencari topik pengajian
saja hanya dengan membuka yahoo. Setiap hari kita dibawah pengaruh powernow
tanpa bisa berkutik. Termasuk saya juga
Fenomena Auguste Comte ini mencakup yang makro
dan mikro. Anda belajar filsafat seperti ikan di laut, dimana lautnya sudah
tercemar limbah powernow, sudah banyak ikan yang mati. Kita ini ada yang masih
hidup, mungkin ada yang sudah mati. Seorang sufi berbicara “saya melihat banyak
orang, tapi hanya sedikit yang masih hidup. Sebenar benar yang aku lihat adalah
mayat hidup, karena didalam hidupnya tidak ada doa satu penggalpun”. Seorang Filsuf
berbicara, “sebenar – benar aku melihat diantara sekian banyak orang, hanya sedikit
orang yang masih hidup, selainnya adalah mati. Karena hanya sedikit dari mereka
yang sedang berpikir. Dan yang lainnya tidak berpikir”. Sebenar – benar orang
mati secara filsafat adalah orang yang tidak berpikir. secara psikologi, indikator
dari tidak berpikir adalah mulai ngantuk dan mata belalang.
Diibaratkan, ikan - ikan yang masih hidup dan
belajar filsafat itu seperti ksatria Bima Werkudara Haryoseno yang mencari
wahyu banyu penguripan perwitasari, dia walaupun ditipu oleh pandita durna hingga
difitnah, dsb namun dengan ketetapan hati percaya kepada yang kuasa. Dengan
intuisi dan ilmunya dia jalani saja jebakan – jebakan itu. Dia digambarkan bisa
mencapai dasar laut dan bertemu dengan dewa laut. Pesan yang dapat kita ambil
adalah ibarat jadilah ikan kecil yang mengetahui tentang berbagai macam aliran
air , dari jaman Yunani sampai sekarang mengetahui mana yang tercemar dan mana
yang masih bersih. Sehingga kalau kita sudah mengetahui sejarahnya, kita bisa
memposisikan diri kita menjadi ikan yang sehat dan dapat menghasilkan generasi
yang sehat pula. Itu adalah contoh makro dari fenomena comte.
Secara mikro, fenomena comte mengalir terus.
Misalkan kita membeli hape samsung baru, saking asiknya kita menginstall program
aplikasi hingga kita melewatkan waktu shalat. Lupa tidak beribadah. Fenomena
comte itu adalah fenomena yang lebih memilih dunia daripada akherat. Di dunia
timur, spiritual ini ada solusinya, yaitu berdoalah seakan - akan mau mati
besok, dan berusahalah seakan akan mau hidup seribu tahun lagi.
Kemudian fenomena comte dan kaitannya dengan Kurikulum
2013, disini juga menunjukkan bahwa Indonesia semakin lemah diantara dunia,
seperti anak ayam yang kelaparan di lumbungnya sendiri, sementara makelarnya yaitu
Singapura, kaya raya dan dipercaya, yang punya lumbung malah tidak dipercaya.
Sekarang Indonesia ada makelar diplomasi, hal ini menunjukkan kalau negara kita
lemah, orang lemah menjadi serba salah, pergi ke Cina salah, dolar dinaikkan
dan rupiah anjlok, pergi ke Amerika ditawarkan kerjasama ekonomi, Indonesia
tidak punya konsep, sebenarnya ada namun tidak berani ngomong. Itu adalah
pertanda kita sudah menjadi obyek, cukup mengenaskan, begitu juga kurikulum. Pelan
tapi pasti, mau tidak mau, tidak mau ya mau, tidak harus ya harus kita mengikuti
barisan powernow. Indonesia bisa saja menjadi negara cabang powernow. Katanya
Indonesia mandiri di bidang politik, ekonomi dan budaya (trisakti). Budaya saja
sudah dibisniskan, terbukti sekarang ini tarian sudah bukan lagi untuk ritual,
tetapi untuk mencari uang.
Demikian akhirnya jika kita mengikuti barisan
powernow, kecuali Indonesia membuat kurikulumnya yang sesuai. Yang terpenting
adalah tema nya, yaitu saintifik. Apapun mapelnya, metodenya saintifik. Padahal
sebenarnya saintifik itu hanya fenomena
yang menajam saja dari fenomena dunia yang lain. Senin bertemu senin, tahun
bertemu tahun, sore bertemu sore. Saintifik ini digambarkan sebagai sebuah setiap
titik pada fenomena hermeneutika yang meniru llintasan bumi mengelilingi
matahari. Kita tidak akan pernah bisa mengulanginya, seperti juga bumi yang
berputar tidak akan pernah bisa di ulang.
Kalau hanya saintifik saja yang dijadikan tema untuk membangun Indonesia tunggu
saja saatnya. Saintifk itu hanya hanya sepertiga dari ruang lingkup dunia. Pada
akhirnya sosialisasi kurikulum hanya sebagai mitos. Banyak persoalan dalam
kurikulum 2013, satu aspek boleh dan baik, namun aspek yang lain bermasalah. Secara
fundamental diterapkannya saintifik itu adalah karena kita bangsa yang gamang,
bangsa dengan orang yang lemah,maka ketika diterapkan metode itu pasti bingung.
Para ilmuwan juga gamang dan tidak berani adu konsep, jadi tidak ada makna. Pengembang
kurikulum 2013 dengan metode saintifiknya diambilkan dari tokoh - tokoh yang
berjasa sebagai ujung tombak powernow.
Dengan penuh kesadaran, kita harus mengakui
bahwa sekarang ini kita sedang menuju ke powernow. Dan diantara kita semua
tanpa kecuali tidak ada yang bisa menghindari fenomena comte.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
0 komentar: