Kutipan Film G30SPKI (?) *LOL

07.31 RetnoAfni 0 Comments

https://plus.google.com/104475206363654785712/posts/LD1SE6wJve1

0 komentar:

Pertanyaan Besar, Jawaban yang Tidak Mutlak dan Alternatif Cara Berfikir

07.51 RetnoAfni 0 Comments



Refleksi kuliah 3 Filsafat Ilmu Pendidikan
NURAFNI RETNO KURNIASIH / 15709251007
Selasa, 22 September 2015 ruang 305b gedung pasca lama.
Prof.Dr.Marsigit, M.A.

Pertemuan kuliah ketiga dengan bapak Prof.Dr.Marsigit, MA di kelas A Program Pascasarjana UNY jurusan pendidikan matematika semester 1  angkatan 2015 dimulai dengan salam dan motivasi-motivasi singkat. Jam sudah menunjukkan pukul 11.10. Sebelumnya mahasiswa ditugaskan untuk membuat satu pertanyaan, kemudian pertanyaan-pertanyaan itu dikumpulkan. Bapak marsigit memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan pertanyaan.
Pertanyaan pertama yang disampaikan mahasiswa adalah tentang permasalahan yang dihadapi siswa jaman sekarang, bahwa siswa lebih memilih untuk mengerjakan segala sesuatu secara instan. Misalnya dalam mengerjakan soal matematika, siswa lebih memilih menggunakan cara yang mudah daripada menggunakan cara yang lebih rumit.
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah dengan membuat tesis dan antitesis terlebih dahulu. Antitesis yang dibuat adalah “kalau bisa mengerjakan yang sulit, mengapa cari yang mudah”. Pekerjaan semacam itu memang mudah diucapkan namun sangat sulit dilaksanakan. Dari sudut pandang psikologi, keadaan tersebut memang terdapat perbedaan antara sikap/ pendirian/ kebiasaan/ pikiran antara si pelaku pertama dengan pelaku kedua. Pelaku pertama yang mempunyai sikap/ pendirian/ kebiasaan/ pikiran “kalau ada yang mudah mengapa cari yang sulit, kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit” dan pelaku kedua yang mempunyai sikap/ pendirian/ kebiasaan/ pikiran “kalau bisa mengerjakan yang sulit, mengapa cari yang mudah”. Apabila diidentifikasi dari sisi psikologis, pelaku pertama bersikap tidak mau berjuang, sudah nyaman di zona aman, tidak mau meningkatkan diri, santai , gampang menyerah, tidak ingin berkembang, tidak mau bekerja keras, motivasinya kurang, defensif, tidak kreatif, masa bodoh, tidak cerdas, budaya instan, dan bekerja dengan cara yang singkat, dll. Sebaliknya pelaku kedua bersikap berlawanan dari pelaku pertama yaitu kreatif,cerdas, ulet, bekerja keras, suka tantangan, ingin berkembang, rasa ingin tahu tinggi, banyak motivasi, dll. Hidup adalah interaksi antara yang pertama dan yang kedua tersebut. Jika kita ingin hidup lebih baik maka berhijrahlah dari kehidupan seperti pelaku pertama ke kehidupan seperti pelaku kedua.
Pertanyaan kedua yang datang dari mahasiswa adalah mempertanyakan tentang bagaimana tanggapan filsafat tentang pendapat penciptaan alam semesta itu dengan konsep ada dan tiada. Pertanyaan diselaraskan  dengan bagaimana pandangan agama tentang makhluk pertama manusia yang berdasarkan temuan Darwin, nenek moyang manusia adalah binatang monyet. Sementara orang beragama apapun percaya bahwa nenek moyang manusia adalah manusia, manusia pertama yaitu nabi Adam as. Berdasarkan pemikirannya, Darwin membuat  teori evolusi hukum sebab akibat. Teori Darwin yang dinamakan teori pengembangan potensi diri adalah jika setiap pagi manusia belajar terbang terus menerus selama masa hidupnya sampai turun temurun selama bermilyar-milyar keturunan, Darwin berharap nantinya semua manusia bisa terbang. Teori Darwin tentang pengembangan potensi diri, kemudian ditangkap oleh Imanuel Kant sebagai teologi. Segala macam perkiraan masa depan masuk kedalam teologi. Pendapat mengenai teori evolusi pada dasarnya adalah filsafat, segala sesuatu di dunia mengalami perubahan. Tiadalah di dunia ini yang tidak bersifat tetap.
Dalam hal apapun, dengan filsafat kita selalu bisa mendefinisikan hidup. Hidup itu adalah dari yang ada dan yang mungkin ada. Maka aku bisa menjadi kaya akan definisi tentang hidup sebanyak yang ada dan yang mungkin ada. Di dalam diri ini ada dua unsur yaitu yang tetap dan yang berubah. Salah satu sifat objek filsafat adalah tetap dan berubah, ternyata hidup itu adalah tetap di dalam perubahan,dan berubah di dalam ketetapan.
Di dalam filsafat itu tidak ada yang benar dan salah, yang tepat adalah yang sesuai dengan ruang dan waktu. Dalam sisi spiritual, kebenaran itu bersifat absolut; agama merupakan dogma, suatu kebulatan. Dengan berbekal keyakinan kita dalam agama bahwa nenek moyang kita adalah nabi Adam as, kita tidak akan goyah dengan pendapat orang lain tentang teori-teori evolusi manusia atau misalnya, teori penciptaan alam semesta dari awal sampai sekarang dengan perhitungan radiasi nuklir sehingga bisa mempengaruhi jenis, pola perilaku dan bentuk manusia.
Perbedaan kultur budaya manusia di dunia barat dan timur juga berpengaruh terhadap pola pikir masyarakatnya. Dalam hal meyakini adanya Tuhan, kita harus meyakini dalam hati bahwa Tuhan itu ada, tidak hanya dipikirkan. Imam Gozali mengatakan, “jika engkau ingin bertemu Tuhan, jangan engkau pikirkan saja, tapi kerjakanlah”. Filsafat timur mengenalkan ontologi gerak, jadi cara untuk mengenal Tuhan, kerjakanlah dengan cara pergi beribadah di tempatnya masing-masing. Jikalau nanti Tuhan mengijinkan, engkau akan bertemu tuhanmu. Dunia barat dan timur juga berbeda pandangan terhadap nilai bijaksana. Arti bijaksana dalam dunia barat dalam keadaan masyarakat yang terbuka pemikirannya, adalah orang yang sedang mencari ilmu. Berbeda dengan arti bijaksana versi orang timur, karena masyarakatnya sudah tertutup pemikirannya, maka yang dikatakan bijaksana adalah orang yang memberi. Maka dari itu tidak mudah menjadi pejabat di timur, karena dia harus bisa mensejahterakan rakyatnya dengan memberi. Itulah alasan mengapa korupsi sangat subur di negeri timur.
Menanggapi hal tersebut, salah satu mahasiswa mengajukan pertanyaan terkait teori – teori pengetahuan. Agama merupakan suatu dogma yang kita terima secara utuh, kemudian ilmu fisika juga kita terima karena ada aplikasinya, lalu adanya teori bigbang atau teori evolusi darwin yang menjadi sebuah teori yang kita percaya sampai sekarang dan dipelajari banyak orang padahal buktinya belum tentu ada. Pertanyaan yang diajukan adalah mengapa teori tersebut bisa diterima dan di publikasikan secara utuh?
Menjawab pertanyaan tersebut diatas, teori bisa dikenal karena memang ditulis, ada buku sebagai rujukan, teori tersebut dipublikasikan, ada sponsorship, sengaja di hidup-hidupkan, dan karena memang ada manfaatnya. Manfaat dari teori terebut digaris bawahi yaitu hanya untuk level tertentu. Sebagai contoh, ketika kebebasan berfikir orang bisa mencapai tingkat liar tanpa batas, salah satu ilmuan yaitu Steven menyimpulkan bahwa alam semesta terjadi begitu saja dengan sendirinya tanpa campur tangan tuhan. Dilihat dari sisi spiritualitas hal itu merupakan kesombongan yang luar biasa. Ketinggian berfikir dan kecerdasan ilmu disalahgunakan untuk kesombongan diri. Untuk itu, agar kita mempelajari filsafat dengan tetap dalam koridor yang benar, kita harus benar-benar menetapkan hati kita. Ketika teori tersebut sudah menyentuh aqidah keyakinan seeorang tentang agama, kita harus mempunyai keyakinan sendiri. Teori tersebut cukup dipakai sebagai pengetahuan saja dan tidak kita yakini.
Kembali mengingat tentang objek filsafat, objek filsafat adalah yang “ada” dan yang “mungkin ada”. Sifat objek filsafat adalah “semua yang engkau pikirkan”, apapun itu adalah sebuah wadah. Wadah yang kau sebut yang “ada” dan yang “mungkin ada” adalah merupakan isi. Sebenar-benar wadah merupakan subjek, dan isi merupakan predikat. Tidak akan pernah ada di dunia ini dalam pikiran kita predikat sama dengan subjeknya. Wadah jika dinaikkan tingkatannya secara spiritual terangkum menjadi satu yaitu kuasa Tuhan.
Orang di dunia yang bersifat plural tetapi bersikap tunggal, dalam filsafat disebut fatal. Kaum fatal adalah orang yang hidupnya 100% terserah nasib dan takdir. Urusan akherat disebut fatal, urusan dunia disebut vital. Ternyata itu bisa mendefinisikan hidup bahwa sebenar-benar hidup adalah interaksi dinamik antara fatal dan vital. Berikhtiarlah seakan-akan masih ingin hidup 1000 tahun lagi, berdoalah sekan-akan besok mau mati. Maka sifat tunggal dari yang ada dan yang mungkin ada disebut mono, yang kemudian lahirlah filsafat aliran monoisme / monisme. Dalam kehidupan masa kini, teknologi mengoptimalkan/ mengefisienkan urusan dunia dan harapannya berlanjut untuk mensupport urusan akhirat.
Pertanyaan selanjutnya datang dari mahasiswa berkaitan dengan takdir. Takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT salah satunya adalah kematian. Cara kematian orang berbeda-beda, ada yang bunuh diri, dibunuh, kecelakaan, dsb. Yang ditanyakan adalah jika orang yang bunuh diri itu sudah menjadi ketetapan dari Tuhan, sedangkan bunuh diri dalam hukum Islam adalah dosa, berarti orang yang melakukan bunuh diri itu berdosa, bagaimana dengan amal-amal nya?
Jawaban dari pertanyaan tersebut dilihat dari cara pandang yang berdimensi. Dengan penggunaan cara pandang yang berdimensi berarti kita sedang berfilsafat, kemudian di interaksikan. Dari sisi spiritual sudah jelas dikatakan dosa. Namun cara pandang filsafat tidak hanya dilihat dari sisi spiitual. Dalam filsafat, takdir adalah sesuatu yang sudah terjadi karena pikiran manusia. Jika pemikiran dinaikkan sedikit ke arah spiritual, takdir itu tidak hanya yang sudah terjadi namun yang akan terjadi pula. Jika dibalik kalimatnya, pasti benar bahwa yang terjadi itulah takdir, itu sudah pasti. Lebih baik mengatakan yang kedua daripada yang pertama. Yang kedua bahwa yang terjadi adalah sudah takdirnya. Maka yang belum menjadi takdir masih bisa di ikhtiarkan. Kaitannya dengan fatal dan vital, fatal adalah takdirnya dan vital adalah ikhtiarnya. Manusia bisa berikhtiar karena punya potensi. Hidup manusia tidak bisa lepas dari takdir. Kita tidak bisa menetapkan takdir kita sendiri, seperti menetapkan kelahiran/ jodoh.
Selanjutnya pertanyaan tentang bagaimana pandangan filsafat tentang poligami. Jawaban dari sisi filsafat, hal itu tergantung level pemahaman, darimana kita akan mengklaim hal itu. Kalau pemikiran dinaikkan bahwa istri itu satu, satu istri itu diturunkan bahwa istri yang lain adalah sebagai contoh-contoh, tapi tetap saja dalam pikiran hanya ada satu istri. Istri adalah sebagai wadah, isinya ada (misalnya) empat istri, empat istri ini punya contoh-contoh lagi, dsb. Hal itu tergantung level pemahaman dimensi berpikir dan dimensi hidupnya.
Pertanyaan yang disampaikan selanjutnya adalah tentang pertentangan pola pikir filsafat dengan motivator. Bahwa jika dalam filsafat, segala sesuatu yang terjadi ditentukan oleh Tuhan, sedangkan motivator punya target untuk menuju ke kesempurnaan. Menanggapi pertanyaan tersebut, segala sesuatu selalu berpasang-pasangan dan selalu mencari jodohnya. Setiap yang ada dan yang mungkin ada adalah suatu tesis, dan selain daripada satu yang ada, maka yang lain adalah antitesisnya. Sebagai contoh, jika diriku adalah tesis maka selain diriku adalah antitesis. Contoh lain, ketetapan yang sudah dibuat dalam agama adalah tesis, dan di dalam filsafat antitesis nya adalah ikhtiar. Contoh lain lagi yaitu tesis nya adalah fatal, dan antitesisnya adalah potensi. Maka tugas motivator adalah mengembangkan potensi-potensi agar manusia memiliki potensi. Maka sebenar-benar hidup adalah berkembangnya suatu potensi dari ada menjadi pengada melalui mengada. Maka jika segala sesuatu ingin berubah harus diikhtiarkan ke atas yaitu ke arah spiritual. Disitulah duduk keikhlasan. Tiada perubahan tanpa keikhlasan. Keikhlasan adalah terwujudnya pengada atau wadah dari yang ada melalui mengada, yaitu ikhtiar. Pengadanya adalah ada yang baru dari ada yang lama. Jadi motivator itu selaras dan terangkum. Beda motivator dengan filosofer adalah jika motivator sudah turun sedikit kemudian datar kontrol dan kendali, seorang filosofer diibaratkan hanya duduk di lobby melakukan refleksi sedangkan dia belum berjalan jalan lewat gang-gang sempit, seperti gang psikologi, metafisik, matematika, gang ilmu bidang, dst.
Pertanyaan terakhir yang diajukan adalah bagaimana mensinergikan apa yang ada di pikiran dan ada di hati agar ketika memberikan keputusan tidak ada penyesalan. Berdasarkan hukum Immanuel Kant bahwa isi itu tidak sama dengan wadahnya, walaupun wadah sekaligus sebagai isi dan isi sekaligus sebagai wadah. Dalam filsafat, hal itu disebut kontradiksi. Tanpa adanya kontradiksi tidak ada kehidupan. Hidup manusia memang selalu diwarnai dengan kontradiksi. Manusia tidak bisa terhindar dari kontradiksi. Tinggal bagaimana mengidentifikasi kontradiksi, yang seperti apa/ mana yang produktif, mana yang kontraproduktif. Semakin rendah posisinya, semakin dia ada di dalam predikat, semakin tinggi kontradiksinya. Semakin tinggi posisinya, semakin kecil kontradiksinya. Posisi paling tinggi yang terangkum menjadi satu, yaitu kekuasaan Tuhan. Kekuasaan Tuhan tidak ada kontradiksi. Tuhan tidak mengenal kontradiksi. Lalu kaitannya dengan perasaan di dalam hati, Ilmu Pengetahuan bersifat kontradiksi antara tesis dan antitesis sehingga menjadi sintesis pengetahuan baru. Sebagai seorang ilmuwan kita harus siap melakukan sintesis-sintesis antara pengetahuan lama dan pengetahuan baru. Kita diperbolehkan memperbesar kontradiksi namun jangan sampai kontradiksi itu sampai turun ke hati, karena kontradiksi dalam hati adalah datang dari setan dan hanya Tuhan yang mampu menolongnya yaitu dengan berdoa. Setinggi-tinggi doa adalah memanggil namaNya dalam keadaan apapun. Sehingga kita harus selalu berikhitar dan berdoa kepada Tuhan agar selalu mendapat perlindungan olehNya dari masalah-masalah hati.

0 komentar:

Kesenjangan Harapan dan Kenyataan Pendidikan di Indonesia

08.04 RetnoAfni 0 Comments



Metodologi Penelitian Pendidikan; Selasa, 22 September 2015
Kesenjangan Harapan dan Kenyataan Pendidikan di Indonesia
No
Permasalahan
Kenyataan
Harapan
Solusi
1.                   
Perubahan Kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013
a.   Perkembangan kurikulum 2013 dirasa sulit dalam hal persiapan dan pelaksanaannya bagi sebagian besar pendidik di Indonesia karena kompetensi ataupun pengetahuan yang dimiliki para pendidik belum cukup memadai.
b.   Pendidik masih mengalami kendala dan kesulitan dalam menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dan penilaian autentik yang ada dalam kurikulum 2013.
c.    Sebagian pendidik belum siap secara mental dengan kurikulum 2013 ini, karena kurikulum 2013 menuntut guru untuk lebih inovatif dan kreatif.
d.   Sebelum ini yang dilakukan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran masih bersifat instan dan belum ada proses penemuan ilmu pengetahuan.
a.   Kurikulum 2013 dapat dilaksanakan dan diimplementasikan dengan baik
b.   Pendidik terbiasa menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dan penilaian autentik, tidak hanya di sekolah sasaran tetapi di seluruh Indonesia
c.    Guru menjadi lebih kreatif dan inovatif
d.   Pendidik lebih memahami konsep dasar pendekatan saintifik
a.     Pelatihan kompetensi guru
b.     Mengadakan pelatihan yang lebih intensif dan tepat sasaran, mengembangkan media pembelajaran yang mendukung.
c.     Guru yang sudah tidak berkompeten dipensiunkan dini
d.     Perombakan persyaratan penerimaan guru/ PNS baru
2.                   
Penilaian autentik dalam kurikulum 2013 merepotkan
a.   Instrumen penilaian terlalu banyak
b.   Dalam mata pelajaran matematika sulit memisahkan antara aspek ketrampilan dan pengetahuan
c.    Banyaknya kelas dan jumlah siswa yang besar
d.   Penilaian menyita waktu cukup lama
e.   Penilaian mengganggu proses pembelajaran
a.   Instrumen penilaian dibuat lebih sederhana tetapi dapat mencakup seluruh aspek
b.   Teknik penilaian dibuat lebih praktis sehingga tidak menyita banyak waktu
a.     Mempersiapkan mental dan fisik guru
b.     Mengurangi beban mengajar guru (24 jam)
c.     Mengadakan pelatihan
d.     Membuat sistem penilaian baru yang lebih praktis tetapi mencakup seluruh aspek
3.                   

Siswa belum menjadi subjek belajar, belum mampu berfikir kritis dan kreatif.

a.    Tujuan pembelajaran lebih dipentingkan daripada proses pembelajaran
b.    Bahan pelajaran terbentuk dari fakta / konsep yang sudah jadi
c.    Jumlah siswa terlalu banyak sehingga kurang diperhatikan dan dikendalikan guru
d.    Kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu
e.    Kurangnya kemampuan siswa untuk berfikir
f.  Jatah jam belajar di sekolah yang tidak memungkinkan bagi guru untuk melakukan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa


a.      Proses pembelajaran lebih diutamakan
b.      Siswa sebagai subjek belajar
c.      Bahan pelajaran merupakan sebuah kesimpulan yang membutuhkan pembuktian 
d.   Berkembangnya kemampuan siswa dalam berpikir sistematis, logis. kreatif dan kritis
Melaksanakan strategi pembelajaran inkuiri

0 komentar: