Membangun Pemahaman dan Teori Tentang Filsafat Ilmu

14.34 RetnoAfni 0 Comments


Membangun Pemahaman dan Teori Tentang Filsafat Ilmu

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M. A.



 Disusun Oleh :
Nurafni Retno Kurniasih (15709251007)



PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016


BAB 1
PENDAHULUAN

Filsafat ilmu adalah pola pikir, dengan cakupan pola pikir yang luas meliputi sumber, pembenaran, logika, tata cara, etik dan estetika, cakupan, objek, metodologi, menurut siapa, kapan dan dimananya. Berfilsafat yaitu mencoba memikirkan hal sedalam mungkin, berpikir intensif dan ekstensif, bahkan yang tidak pernah dipikirkan oleh orang pada umumnya sekalipun. Dalam membangun pemahaman dan teori tentang filsafat ilmu, khususnya dalam bidang matematika ada beberapa hal yang perlu dikaji, yaitu tentang persoalan - persoalan pokok dalam pengembangan ilmu matematika dan pendidikan matematika, karakteristik ilmu, obyek ilmu, metode pengembangan ilmu, alat pengembangan ilmu, sejarah perkembangan ilmu, pre-asumsi dan asumsi dasar pengembangan ilmu, sumber - sumber dan batas - batas pengembangan ilmu, pembenaran ilmu, prinsip - prinsip pengembangan ilmu, berbagai aliran pengembangan ilmu, ontologi ilmu, epistemologi ilmu, dan aksiologi ilmu, filsafat matematika, dan filsafat pendidikan matematika.
Dalam mempelajari filsafat (dalam hal ini yang dibicarakan terfokus pada filsafat matematika), merasa tidak jelas itu penting dan diperlukan. Bisa terjadi, ketika kita tidak bisa itu malah menjadi sesuatu yang benar. Dalam filsafat bisa juga salah itu benar. Itulah beda dan anehnya belajar matematika dengan belajar filsafat. Belajar matematika berawal dari yang berantakan atau abstrak kemudian menjadi jelas dan solid di akhir, sedangkan belajar filsafat diawali dari yang solid dan jelas menjadi berantakan di akhir. Untuk membangun pemahaman tentang filsafat, kita harus menyiapkan diri untuk kacau dalam pikiran karena kacau di dalam pikiran adalah awal dari pengetahuan.
Dalam berfilsafat ada tiga aspek yang di pelajari yaitu ontologi (hakikat), epistimologi (metodologi) dan estestika (kepantasan / benar dan salah / baik dan buruk). Dalam hal ini, filsafat ilmu lebih menjurus kepada epistimologi (metodologi), namun semua aspek saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga jika kita mempelajari salah satu aspek dalam ilmu filsafat maka dengan sendirinya kita mempelajari aspek yang lain.
Adapun maksud dan tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan, sekaligus untuk memperluas wawasan penyusun serta pembaca pada khususnya mengenai “Membangun Pemahaman dan Teori Tentang Filsafat Ilmu serta untuk memahami lebih jauh bahwa filsafat mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan.

BAB II
ISI

Matematika merupakan kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Matematika untuk orang awam identik dengan ilmu hitung. Matematika sendiri memiliki banyak makna tergantung perspektif masing – masing orang dalam memahaminya. Pemahaman makna matematika berbeda – beda dan terus berkembang sejak jaman pemikiran bangsa Babilonia Kuno (Peradaban Mesir), lalu muncul tokoh seperti Socrates, Plato, Immanuel Kant sampai filsafat kontemporer. Pada peradaban Yunani, manusia mulai memikirkan kenyataan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang diperoleh dari hasil abstraksi dan idealisasi sehingga muncul berbagai rumus-rumus matematika yang juga tersaji dalam bukti-bukti matematika. Saat itulah dikenal dua sifat yaitu tetap (aliran Permenides) dan berubah (aliran Heraclitos). Matematika sendiri cenderung kepada sifat tetap di dalam pikiran.
Secara filsafat, matematika hanya ada dua macam,yaitu aritmatika dan geometri. Selanjutnya hanya kombinasi interaksi / gabungan / variasinya. Aritmatika secara filsafat berarti waktu, dan geometri secara filsafat berarti ruang. Matematika murni termasuk dalam aliran platonisme, karena matematika murni dianggap tidak perlu ada di dunia. Matematika murni lebih mempelajari tentang logika, logika adalah tautologi atau identitas, yaitu teorema yang satu dengan teorema yang lain harus selalu identik. Menurut pemikiran Imanuel Kant, matematika murni bukanlah sebenar-benar ilmu karena hanya logika saja, karena sebenar-benar ilmu harus lah pengalaman yang dipikirkan dan pikiran yang diterapkan (sintetis a priori).
Secara pragmatis, matematika dapat dipandang sebagai ilmu dunia nyata dimana banyak konsep matematika muncul dari usaha manusia memecahkan persoalan dunia nyata, hasil dari pengamatan manusia terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari misalnya pengukuran pada geometri, gerak benda pada kalkulus, perkiraan pada teori kemungkinan, dll. Berangkat dari permasalahan dalam kehidupan sehari – hari atau dalam istilah lain disebut masalah kontekstual, matematika kemudian berkembang dan digunakan untuk ilmu lain. Misalnya pada ilmu fisika, biologi, kimia, geografi dan ekonomi. Faktanya, matematika merupakan ilmu yang selalu kita pakai dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam kegiatan pertanian, perdagangan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Matematika menjadi pondasi pokok untuk pengembangan ilmu – ilmu tersebut. Matematika menjadi rajanya ilmu. Dengan belajar matematika kita dilatih untuk senantiasa berpikir kreatif, kritis dan logis dalam memecahkan berbagai permasalahan. Selain itu, matematika juga dapat melatih kejujuran, ketekunan dan keuletan kita jika benar – benar memahami makna matematika.
Pentingnya matematika dalam kehidupan terlihat dari mata pelajaran matematika yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah, dari SD sampai perguruan tinggi. Jam pelajaran matematika juga mendapat porsi lebih banyak daripada mata pelajaran lain. Berbicara tentang matematika dan sekolah, pastinya berkaitan pula dengan guru dan murid yang merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Guru yang baik dapat memahami nilai – nilai matematika, hakekat matematika atau filsafat matematika yang kemudian mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas dengan cara mengorganisasikan kelas, memanfaatkan sumber ajar, pencapaian tujuan pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa, pengembangan sistem evaluasi, penanganan perbedaan individual, dan mewujudkan suatu gaya mengajar tertentu sesuai dengan kebutuhan. Guru juga harus memahami hakekat dirinya sebagai pendidik.
Berbicara tentang faktor apa sajakah yang menjadi masalah pendidikan selama ini, tentu saja seharusnya kita lihat ujung pangkalnya, kita lihat sumbernya dari mana masalah itu berasal. Matematika ditemukan karena ada masalah-masalah praktis yang benar-benar ingin diselesaikan oleh manusia, baik karena ingin tahu atau karena alasan-alasan praktis. Matematika sebagai ilmu yang lahir dari pemikiran manusia adalah sangat tergantung dari pondasi pikir seseorang. Pondasi berpikir seseorang dapat dibangun dengan berfilsafat. Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan dampak dari tidak diajarkannya filsafat matematika.
Mengajar matematika dengan menggunakan metode konvensional dan dengan filsafat sangat berbeda. Matematika yang diajarkan dengan metode konvensional hanya mampu sampai pada tahap menghafalkan rumus saja, tanpa mengetahui konsep dan latar belakang suatu teori matematika secara jelas. Siswa tidak memahami rahasia dibalik konsep matematika yang membuat siswa lebih mudah menguasai matematika. Hal ini pula yang membuat matematika menjadi sulit dan susah dipahami konsepnya bagi siswa. Dengan mengimplementasikan filsafat matematika pada pembelajaran memang akan memakan banyak waktu namun akan menghasilkan output siswa yang dapat belajar tuntas serta dapat mencintai matematika.
Hal yang masih menjadi masalah selanjutnya adalah karena adanya anomali paradigma pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini belum ada solusinya. Anomali paradigma pendidikan tersebut berdampak pula pada pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan prestasi belajar. Dari dampak tersebut selanjutnya berdampak pula pada hal – hal lain seperti kegamangan penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, berbagai persoalan tentang guru baik internal dari diri pribadi guru sendiri maupun eksternal dari faktor dinas pendidikan/ lembaga pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Aliran filsafat tersebut dianut oleh tokoh – tokoh filsafat atau filsuf. Filsafat Pendidikan Idealisme yang memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah tokohnya adalah Plato, Elea dan Hegel, Immanuel Kant, Al Ghazali dan David Hume. Yang tetap itu tokohnya Permenides. Maka dikenal filsafatnya Permenidesianism. Yang berubah tokohnya Heraclitos. Dikenal filsafatnya Heraclitosianism. Selanjutnya berbicara tentang yang bersifat tetap habitatnya dimana, dan yang berubah habitatnya dimana. Yang tetap itu habitatnya di dalam pikiran, yang berubah habitatnya di luar pikiran. Yang di dalam pikiran bersifat absolut atau ideal, maka kita mempunyai filsafat absolutisme atau idealisme. Yang di luar pikiran bersifat real atau nyata, maka ada filsafat yang namanya realisme. Filsafat Pendidikan Realisme tokohnya adalah Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill. Filsafat Pendidikan Materialisme yang berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural, tokohnya adalah Demokritos, Ludwig Feurbach. Filsafat Pendidikan Pragmatisme yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami, tokohnya adalah Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Filsafat formalism tokohnya adalah D. Hilbert. Filsafat logisism tokohnya SB. Russel.
Obyek filsafat adalah yang “ada” dan yang “mungkin ada” (pengertian dunia filsafat dalam pembelajaran filsafat ilmu). Maksud dari yang “mungkin ada” sangat luas, tidak bisa disebutkan satu persatu karena jumlahnya bermilyar-milyar sampai tak terhingga. “Mungkin ada” disini ditekankan pada tujuannya terlebih dahulu, mungkin ada bagi siapa. Karena “ada” bagi saya belum tentu “ada” bagi dirimu. “Ada” bagi dirimu belum tentu “ada”bagi saya. “ada” ku bisa jadi “mungkin ada” bagimu dan “ada” mu bisa jadi “mungkin ada” bagimu. Bisa juga “ada” untuk diriku dan “ada” untuk dirimu. Kemudian kalau kita pikirkan dari objek filsafat itu, tidak lain dan tidak bukan adalah sifatnya dan hubungan antara sifat – sifatnya. Kemudian dari sifat, hubungan, kemudian strukturnya. Sifat objek filsafat adalah “semua yang engkau pikirkan”, apapun itu (yang dipikirkan) adalah sebuah wadah. Wadah yang disebut yang “ada” dan yang “mungkin ada” adalah merupakan isi. Sebenar-benar wadah merupakan subjek, dan isi merupakan predikat. Tidak akan pernah ada di dunia ini dalam pikiran kita predikat sama dengan subjeknya. Berdasarkan hukum Immanuel Kant bahwa isi itu tidak sama dengan wadahnya, walaupun wadah sekaligus sebagai isi dan isi sekaligus sebagai wadah. Wadah jika dinaikkan tingkatannya secara spiritual terangkum menjadi satu yaitu kuasa Tuhan. Terfokus pada obyek matematika, obyek matematika juga berupa yang ada dan yang mungkin ada. Obyek kajian matematika bersifat abstrak dan juga konkrit. Bisa juga objek kajian matematika adalah objek mental atau pikiran. Obyek kajian matematika berupa fakta, konsep, definisi, operasi hitung, dan prinsip.
Sumber pengetahuan secara filsafat adalah pikiran para Filsuf. Dan yang dimaksud ilmu adalah juga sesuai apa yang dipikirkan para Filsuf. Dan yang dimaksud justifikasi serta macam-macam ilmu adalah juga pikiran para Filsuf. Maka tiadalah sebenar-benar dapat dikatakan belajar Filsafat, jika tidak berdasar pikiran para Filsuf. Belajar filsafat adalah belajar pikiran para filsuf. Dengan kita mempelajari pikiran para filsuf, kita akan memahami tentang filsafat itu. Selain itu berfilsafat adalah berpikir dalam koridor spiritual, etik dan estetika. Setinggi-tinggi orang berfilsafat adalah sopan santun terhadap ruang dan waktu. Masa depan fisafat akan terus maju dan berkembang seiring dengan jaman yang berubah serta pemikiran filsuf - filsuf yang semakin maju. Filsafat tidak akan pernah berhenti karena pertanyaan akan segala macam permasalahan yang ada dan yang mungkin ada akan terus ada.
Ruang lingkup filsafat ilmu mencakup  dua pokok bahasan utama yaitu membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistimologi) dan ontologi. Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Eepistemologi tidak hanya bersifat inderawi dan akali tetapi juga intuitif. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat diketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemologi. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya. Ontologi dapat kita pahami sebagai hakekat dari sesuatu, untuk memahami hakekat dari sebuah unsur maka kita perlu berfikir ekstensif dan intensif. Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Di dalam filsafat dikenal istilah sintesis dan anti-tesis. Sintesis adalah merasionalkan pikiran apabila pikiran kita berbeda dengan orang lain. Kita mampu mendefinisikan ilmu, hidup maupun dunia melalui sintesis. Sintesis dan anti-sintesis adalah dua hal yang saling melengkapi. Dalam setiap dialog, terdapat sebuah tesis, yang kemudian melahirkan anti-tesis, dan selanjutnya muncul sintesis.
Kaitan filsafat, filsafat ilmu dan filsafat matematika sangat erat, mulai dari tokohnya dan pendapat – pendapat para tokohnya. Istilah istilah yang perlu diketahui dari ketiga hal tersebut adalah intuisi. Intuisi berkaitan dengan filsafat, filsafat ilmu dan juga filsafat matematika. suatu pengetahuan dibangun di atas intuisi murni yaitu intuisi ruang dan waktu dimana konsep-konsep pengetahuan itu dapat dikonstruksi secara sintetis. Intuisi murni merupakan landasan dari semua penalaran dan keputusan dari pengetahuan yang didapat. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka penalaran tersebut tidaklah mungkin.
Segala yang ada dan yang mungkin ada di dunia  ini menempati ruang dan waktunya masing-masing secara harmonis. Karena setiap unsur di dunia ini telah diciptakan secara seimbang oleh Sang Maha Pencipta. Konsep membangun hidup kita perlu menempatkan rasa ikhlas, iman dan taqwa kepada Allah. Kita harus  memilki sasaran yang tepat dalam hidup yaitu dengan berpedoman pada Al-Quran dan hadits. Fatal dapat kita artikan sebagai berserah sepenuhnya kepada nasib, sedangkan vital dapat kita artikan sebagai hasil usaha kita. Ketika kita membangun dunia dengan fatal atau vital maka unsur-unsur yang lain akan membangun dunianya masing-masing.
Filsafat adalah tindakan atau aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar yang kadang pertanyaan itu tidak masuk akal dalam hidup manusia. Filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu secara rasional, kritis, dan sistematis. Namun jawaban yang diberikan belum bisa (tidak akan pernah bisa) memberikan jawaban yang pasti dan mutlak, karena filsafat tidak memberikan jawaban mutlak, melainkan menawarkan alternatif cara berpikir. Belajar filsafat adalah sesuatu yang harus dilakukan jika kita punya pertanyaan-pertanyaan terpendam yang terkesan tidak masuk akal jika diutarakan di depan manusia pada umumnya. Setidaknya dengan mempelajari filsafat, kita bisa menemukan metode yang lebih tepat untuk memahami dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tersebut.


BAB III
KESIMPULAN

Metode berfilsafat adalah metode hidup, artinya ada interaksi dalam kehidupan. Hidup itu adalah interaksi antara pikiran dengan pengalaman.Belajar matematika dengan filsafat seharusnya dengan metode hidup, ketika mengajar menjadi guru di sekolah dengan metode hidup, siswa bisa belajar tanpa menyadarinya dan juga dengan kesadarannya bisa tetapi tidak mengalami kegoncangan.
Dalam hal apapun, dengan filsafat kita selalu bisa mendefinisikan hidup. Hidup itu adalah dari yang ada dan yang mungkin ada. Di dalam diri ini ada dua unsur yaitu yang tetap dan yang berubah. Salah satu sifat objek filsafat adalah tetap dan berubah, ternyata hidup itu adalah tetap di dalam perubahan,dan berubah di dalam ketetapan. Belajar filsafat berguna untuk mendekonstruksi atau merombak kembali pemikiran yang selama ini menjadi kebiasaan menjadi seorang yang berpikir kritis. Asumsinya adalah agar kita memperoleh intuisi berfilsafat.
Mempelajari ilmu pengetahuan haruslah secara utuh dengan memahami makna dan hakekat pengetahuan tersebut. Untuk itu kita perlu mempelajari filsafat ilmu. Dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan lebih mendalami pengetahuan secara intensif, ekstensif, spesifik dan ekslusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka wawasan yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner.
Filsafat ilmu adalah pola pikir, dengan cakupan pola pikir yang luas meliputi sumber, pembenaran, logika, tatacara, etik dan estetika, cakupan, objek, metodologi, menurut siapa, kapan dan dimananya. Didalam hidup ini semua ada aturannya, begitupun ketika belajar filsafat. Dalam belajar filsafat kita perlu mengetahui adab-adabnya. Ada aturan khusus bagi para calon pembelajar filsafat, salah satunya yaitu untuk menguatkan hati, dan keyakinan kita terhadap Tuhan kita karena ilmu tertinggi dalam filsafat berkaitan erat dengan aspek spiritual. Kalau keyakinan kita tidak kuat, bisa jadi malah goyah ketika belajar filsafat.


0 komentar: