Membangun Pemahaman dan Teori Tentang Filsafat Ilmu
Membangun Pemahaman dan Teori
Tentang Filsafat
Ilmu
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.
A.
Disusun
Oleh :
Nurafni Retno Kurniasih (15709251007)
PROGRAM
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016
BAB
1
PENDAHULUAN
Filsafat
ilmu adalah pola pikir, dengan cakupan pola pikir yang luas meliputi sumber,
pembenaran, logika, tata cara,
etik dan estetika, cakupan, objek, metodologi, menurut siapa, kapan dan
dimananya. Berfilsafat yaitu
mencoba memikirkan hal sedalam mungkin, berpikir
intensif dan ekstensif, bahkan yang tidak
pernah dipikirkan oleh orang pada umumnya sekalipun. Dalam membangun pemahaman
dan teori tentang filsafat ilmu, khususnya
dalam bidang matematika ada beberapa hal yang perlu dikaji, yaitu tentang persoalan - persoalan pokok dalam pengembangan ilmu matematika
dan pendidikan matematika, karakteristik ilmu, obyek ilmu, metode pengembangan
ilmu, alat pengembangan ilmu, sejarah perkembangan ilmu, pre-asumsi dan asumsi
dasar pengembangan ilmu, sumber - sumber dan batas - batas pengembangan ilmu,
pembenaran ilmu, prinsip - prinsip pengembangan ilmu, berbagai aliran
pengembangan ilmu, ontologi ilmu, epistemologi ilmu, dan aksiologi ilmu,
filsafat matematika, dan filsafat pendidikan
matematika.
Dalam
mempelajari filsafat (dalam hal ini yang dibicarakan terfokus pada filsafat
matematika), merasa tidak jelas itu penting dan diperlukan. Bisa terjadi,
ketika kita tidak bisa itu malah menjadi sesuatu yang benar. Dalam filsafat
bisa juga salah itu benar. Itulah beda dan anehnya belajar matematika dengan
belajar filsafat. Belajar matematika berawal dari yang berantakan atau abstrak kemudian
menjadi jelas dan solid di akhir, sedangkan belajar filsafat diawali dari yang
solid dan jelas menjadi berantakan di akhir. Untuk membangun pemahaman tentang
filsafat, kita harus menyiapkan diri untuk kacau dalam pikiran karena kacau di
dalam pikiran adalah awal dari pengetahuan.
Dalam
berfilsafat ada tiga aspek yang di pelajari yaitu ontologi (hakikat),
epistimologi (metodologi) dan estestika (kepantasan / benar dan salah / baik
dan buruk). Dalam hal ini, filsafat ilmu lebih menjurus kepada epistimologi
(metodologi), namun semua aspek saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga
jika kita mempelajari salah satu aspek dalam ilmu filsafat maka dengan
sendirinya kita mempelajari aspek yang lain.
Adapun
maksud dan tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan,
sekaligus untuk memperluas wawasan penyusun serta pembaca pada khususnya
mengenai “Membangun Pemahaman dan Teori Tentang Filsafat Ilmu” serta untuk memahami lebih
jauh bahwa filsafat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan.
BAB
II
ISI
Matematika merupakan kata yang
sudah tidak asing lagi di telinga kita. Matematika untuk orang awam identik
dengan ilmu hitung. Matematika sendiri memiliki banyak makna tergantung
perspektif masing – masing orang dalam memahaminya. Pemahaman makna matematika
berbeda – beda dan terus berkembang sejak jaman pemikiran bangsa Babilonia Kuno
(Peradaban Mesir), lalu muncul tokoh seperti Socrates, Plato, Immanuel Kant
sampai filsafat kontemporer. Pada peradaban Yunani, manusia mulai memikirkan
kenyataan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang diperoleh dari hasil
abstraksi dan idealisasi sehingga muncul berbagai rumus-rumus matematika yang
juga tersaji dalam bukti-bukti matematika. Saat itulah dikenal dua sifat yaitu
tetap (aliran Permenides) dan berubah (aliran Heraclitos). Matematika sendiri
cenderung kepada sifat tetap di dalam pikiran.
Secara filsafat, matematika hanya ada dua macam,yaitu
aritmatika dan geometri. Selanjutnya hanya kombinasi interaksi / gabungan /
variasinya. Aritmatika secara filsafat berarti waktu, dan geometri secara
filsafat berarti ruang. Matematika murni termasuk dalam aliran platonisme,
karena matematika murni dianggap tidak perlu ada di dunia. Matematika murni
lebih mempelajari tentang logika, logika adalah tautologi atau identitas, yaitu
teorema yang satu dengan teorema yang lain harus selalu identik. Menurut
pemikiran Imanuel Kant, matematika murni bukanlah sebenar-benar ilmu karena hanya
logika saja, karena sebenar-benar ilmu harus lah pengalaman yang dipikirkan dan
pikiran yang diterapkan (sintetis a priori).
Secara pragmatis, matematika dapat dipandang sebagai ilmu
dunia nyata dimana banyak konsep matematika muncul dari usaha manusia memecahkan persoalan dunia
nyata, hasil dari pengamatan manusia terhadap fenomena-fenomena yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari misalnya pengukuran
pada geometri, gerak benda pada kalkulus, perkiraan pada teori kemungkinan, dll. Berangkat dari permasalahan dalam kehidupan sehari – hari
atau dalam istilah lain disebut masalah kontekstual, matematika kemudian
berkembang dan digunakan untuk ilmu lain. Misalnya pada ilmu fisika, biologi,
kimia, geografi dan ekonomi. Faktanya, matematika merupakan ilmu yang selalu
kita pakai dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam kegiatan pertanian, perdagangan,
ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Matematika menjadi pondasi pokok untuk
pengembangan ilmu – ilmu tersebut. Matematika menjadi rajanya ilmu. Dengan belajar
matematika kita dilatih untuk senantiasa berpikir kreatif, kritis dan logis
dalam memecahkan berbagai permasalahan. Selain itu, matematika juga dapat
melatih kejujuran, ketekunan dan keuletan kita jika benar – benar memahami
makna matematika.
Pentingnya matematika dalam
kehidupan terlihat dari mata pelajaran matematika yang dimasukkan dalam
kurikulum sekolah, dari SD sampai perguruan tinggi. Jam pelajaran matematika
juga mendapat porsi lebih banyak daripada mata pelajaran lain. Berbicara
tentang matematika dan sekolah, pastinya berkaitan pula dengan guru dan murid
yang merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Guru yang baik dapat memahami
nilai – nilai matematika, hakekat matematika atau filsafat matematika yang
kemudian mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas dengan cara mengorganisasikan
kelas, memanfaatkan sumber ajar, pencapaian tujuan pengajaran sesuai dengan
kemampuan siswa, pengembangan sistem evaluasi, penanganan perbedaan individual,
dan mewujudkan suatu gaya mengajar tertentu sesuai dengan kebutuhan. Guru juga
harus memahami hakekat dirinya sebagai pendidik.
Berbicara tentang faktor apa
sajakah yang menjadi masalah pendidikan selama ini, tentu saja seharusnya kita
lihat ujung pangkalnya, kita lihat sumbernya dari mana masalah itu berasal. Matematika
ditemukan karena ada masalah-masalah praktis yang benar-benar ingin
diselesaikan oleh manusia, baik karena ingin tahu atau karena alasan-alasan
praktis. Matematika sebagai ilmu yang lahir dari pemikiran manusia adalah
sangat tergantung dari pondasi pikir seseorang. Pondasi berpikir seseorang
dapat dibangun dengan berfilsafat. Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia
merupakan dampak dari tidak diajarkannya filsafat matematika.
Mengajar matematika dengan
menggunakan metode konvensional dan dengan filsafat sangat berbeda. Matematika
yang diajarkan dengan metode konvensional hanya mampu sampai pada tahap
menghafalkan rumus saja, tanpa mengetahui konsep dan latar belakang suatu teori
matematika secara jelas. Siswa tidak memahami rahasia dibalik konsep matematika
yang membuat siswa lebih mudah menguasai matematika. Hal ini pula yang membuat
matematika menjadi sulit dan susah dipahami konsepnya bagi siswa. Dengan
mengimplementasikan filsafat matematika pada pembelajaran memang akan memakan
banyak waktu namun akan menghasilkan output siswa yang dapat belajar tuntas
serta dapat mencintai matematika.
Hal yang masih menjadi masalah selanjutnya adalah karena
adanya anomali paradigma pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini belum ada
solusinya. Anomali paradigma pendidikan tersebut berdampak pula pada
pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan prestasi belajar. Dari
dampak tersebut selanjutnya berdampak pula pada hal – hal lain seperti kegamangan
penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, berbagai persoalan tentang
guru baik internal dari diri pribadi guru sendiri maupun eksternal dari faktor dinas pendidikan/ lembaga
pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh
dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme,
humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Aliran filsafat tersebut dianut
oleh tokoh – tokoh filsafat atau filsuf. Filsafat Pendidikan Idealisme yang memandang
nilai adalah tetap dan tidak berubah tokohnya adalah Plato, Elea dan Hegel, Immanuel
Kant, Al Ghazali dan David Hume. Yang tetap itu tokohnya Permenides. Maka
dikenal filsafatnya Permenidesianism. Yang
berubah tokohnya Heraclitos. Dikenal filsafatnya Heraclitosianism. Selanjutnya berbicara tentang yang
bersifat tetap habitatnya dimana, dan yang berubah habitatnya dimana. Yang
tetap itu habitatnya di dalam pikiran, yang berubah habitatnya di luar pikiran. Yang di dalam pikiran bersifat absolut
atau ideal, maka kita mempunyai filsafat absolutisme atau idealisme. Yang di luar pikiran bersifat real atau
nyata, maka ada filsafat yang namanya realisme. Filsafat
Pendidikan Realisme tokohnya adalah Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc
Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Filsafat Pendidikan Materialisme yang berpandangan bahwa hakikat realisme
adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural, tokohnya adalah
Demokritos, Ludwig Feurbach. Filsafat Pendidikan Pragmatisme yang
berpendapat
bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami, tokohnya adalah Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey,
Heracleitos. Filsafat formalism tokohnya
adalah D. Hilbert. Filsafat logisism tokohnya
SB. Russel.
Obyek filsafat adalah yang
“ada” dan yang “mungkin ada” (pengertian dunia filsafat dalam pembelajaran
filsafat ilmu). Maksud dari yang “mungkin ada” sangat luas, tidak bisa
disebutkan satu persatu karena jumlahnya bermilyar-milyar sampai tak terhingga. “Mungkin ada” disini ditekankan pada
tujuannya terlebih dahulu, mungkin ada bagi siapa. Karena “ada” bagi saya belum
tentu “ada” bagi dirimu. “Ada” bagi dirimu belum tentu “ada”bagi saya. “ada” ku
bisa jadi “mungkin ada” bagimu dan “ada” mu bisa jadi “mungkin ada” bagimu.
Bisa juga “ada” untuk diriku dan “ada” untuk dirimu. Kemudian kalau kita
pikirkan dari objek filsafat itu, tidak lain dan tidak bukan adalah sifatnya
dan hubungan antara sifat – sifatnya. Kemudian dari sifat, hubungan, kemudian
strukturnya. Sifat objek filsafat
adalah “semua yang engkau pikirkan”, apapun itu (yang dipikirkan) adalah sebuah wadah. Wadah yang disebut yang “ada” dan yang “mungkin ada” adalah
merupakan isi. Sebenar-benar wadah merupakan subjek, dan isi merupakan
predikat. Tidak akan pernah ada di dunia ini dalam pikiran kita predikat sama
dengan subjeknya. Berdasarkan hukum Immanuel Kant bahwa isi itu tidak sama
dengan wadahnya, walaupun wadah sekaligus sebagai isi dan isi sekaligus sebagai
wadah. Wadah jika dinaikkan tingkatannya secara
spiritual terangkum menjadi satu yaitu kuasa Tuhan. Terfokus pada obyek matematika, obyek matematika juga
berupa yang ada dan yang mungkin ada. Obyek kajian matematika bersifat abstrak
dan juga konkrit. Bisa juga objek kajian matematika adalah objek mental atau
pikiran. Obyek kajian matematika berupa fakta, konsep, definisi, operasi
hitung, dan prinsip.
Sumber pengetahuan secara filsafat adalah pikiran para
Filsuf. Dan yang dimaksud ilmu adalah juga sesuai apa yang dipikirkan para
Filsuf. Dan yang dimaksud justifikasi serta macam-macam ilmu adalah juga
pikiran para Filsuf. Maka tiadalah sebenar-benar dapat dikatakan belajar
Filsafat, jika tidak berdasar pikiran para Filsuf. Belajar filsafat adalah
belajar pikiran para filsuf. Dengan kita mempelajari pikiran para filsuf, kita
akan memahami tentang filsafat itu. Selain itu berfilsafat adalah berpikir
dalam koridor spiritual, etik dan estetika. Setinggi-tinggi orang berfilsafat
adalah sopan santun terhadap ruang dan waktu. Masa depan fisafat akan terus
maju dan berkembang seiring dengan jaman yang berubah serta pemikiran filsuf -
filsuf yang semakin maju. Filsafat tidak akan pernah berhenti karena pertanyaan
akan segala macam permasalahan yang ada dan yang mungkin ada akan terus ada.
Ruang lingkup filsafat ilmu mencakup dua pokok
bahasan utama yaitu membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistimologi) dan ontologi. Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan
tentang pengetahuan. Eepistemologi tidak hanya bersifat inderawi dan akali tetapi juga
intuitif. Sebelum dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan
dengan sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui
batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang
pada akhirnya tidak dapat diketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat
menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti
pertanyaan-pertanyaan epistemologi.
Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan,
atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah
kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan
batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak
dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya. Ontologi dapat kita pahami
sebagai hakekat dari sesuatu, untuk memahami hakekat dari sebuah unsur maka
kita perlu berfikir ekstensif dan intensif. Objek telaah ontologi adalah yang
ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di
lakukan oleh filsafat metaphisika. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam
setiap kenyataan.
Di dalam
filsafat dikenal istilah sintesis dan anti-tesis. Sintesis adalah merasionalkan pikiran
apabila pikiran kita berbeda dengan orang lain. Kita mampu mendefinisikan
ilmu, hidup maupun dunia melalui sintesis. Sintesis dan anti-sintesis adalah dua
hal yang saling melengkapi. Dalam setiap dialog, terdapat sebuah tesis, yang
kemudian melahirkan anti-tesis, dan selanjutnya muncul sintesis.
Kaitan filsafat, filsafat ilmu dan filsafat matematika
sangat erat, mulai dari tokohnya dan pendapat – pendapat para tokohnya. Istilah
istilah yang perlu diketahui dari ketiga hal tersebut adalah intuisi. Intuisi
berkaitan dengan filsafat, filsafat ilmu dan juga filsafat matematika. suatu
pengetahuan dibangun di atas intuisi murni yaitu intuisi ruang dan waktu dimana
konsep-konsep pengetahuan itu dapat dikonstruksi secara sintetis. Intuisi murni
merupakan landasan dari semua penalaran dan keputusan dari pengetahuan yang
didapat. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka penalaran
tersebut tidaklah mungkin.
Segala yang ada
dan yang mungkin ada di dunia ini
menempati ruang dan waktunya masing-masing secara harmonis. Karena setiap unsur
di dunia ini telah diciptakan secara seimbang oleh Sang Maha Pencipta. Konsep membangun hidup
kita perlu menempatkan rasa ikhlas, iman dan taqwa kepada Allah. Kita
harus memilki sasaran yang tepat dalam
hidup yaitu dengan berpedoman pada Al-Quran dan hadits. Fatal dapat kita artikan sebagai berserah sepenuhnya
kepada nasib, sedangkan vital dapat kita artikan sebagai hasil usaha kita.
Ketika kita membangun dunia dengan fatal atau vital maka unsur-unsur yang lain
akan membangun dunianya masing-masing.
Filsafat adalah
tindakan atau aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang
pertanyaan-pertanyaan besar yang kadang pertanyaan itu tidak masuk akal dalam
hidup manusia. Filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu secara
rasional, kritis, dan sistematis. Namun jawaban yang diberikan belum bisa
(tidak akan pernah bisa) memberikan jawaban yang pasti dan mutlak, karena
filsafat tidak memberikan jawaban mutlak, melainkan menawarkan alternatif cara
berpikir. Belajar filsafat adalah sesuatu yang harus dilakukan jika kita punya
pertanyaan-pertanyaan terpendam yang terkesan tidak masuk akal jika diutarakan
di depan manusia pada umumnya. Setidaknya dengan mempelajari filsafat, kita
bisa menemukan metode yang lebih tepat untuk memahami dan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan dasar tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN
Metode
berfilsafat adalah metode hidup, artinya ada interaksi dalam kehidupan. Hidup itu adalah interaksi antara pikiran dengan
pengalaman.Belajar matematika dengan filsafat seharusnya dengan metode hidup,
ketika mengajar menjadi guru di sekolah dengan metode hidup, siswa bisa belajar
tanpa menyadarinya dan juga dengan kesadarannya bisa tetapi tidak mengalami
kegoncangan.
Dalam
hal apapun, dengan filsafat kita selalu bisa mendefinisikan hidup. Hidup itu
adalah dari yang ada dan yang mungkin ada. Di dalam diri ini ada dua unsur
yaitu yang tetap dan yang berubah. Salah satu sifat objek filsafat adalah tetap
dan berubah, ternyata hidup itu adalah tetap di dalam perubahan,dan berubah di
dalam ketetapan. Belajar filsafat berguna untuk mendekonstruksi atau merombak
kembali pemikiran yang selama ini menjadi kebiasaan menjadi seorang yang
berpikir kritis. Asumsinya adalah agar kita memperoleh intuisi berfilsafat.
Mempelajari ilmu pengetahuan haruslah secara utuh dengan
memahami makna dan hakekat pengetahuan tersebut. Untuk itu kita perlu
mempelajari filsafat ilmu. Dengan mempelajari filsafat ilmu, kita akan lebih
mendalami pengetahuan secara intensif, ekstensif, spesifik dan ekslusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan
membuka wawasan yang luas, sehingga kita dapat
menghargai ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner.
Filsafat ilmu adalah pola pikir, dengan cakupan pola
pikir yang luas meliputi sumber, pembenaran, logika, tatacara, etik dan
estetika, cakupan, objek, metodologi, menurut siapa, kapan dan dimananya.
Didalam hidup ini semua ada aturannya, begitupun ketika belajar filsafat. Dalam
belajar filsafat kita perlu mengetahui adab-adabnya. Ada aturan khusus bagi
para calon pembelajar filsafat, salah satunya yaitu untuk menguatkan hati, dan
keyakinan kita terhadap Tuhan kita karena ilmu tertinggi dalam filsafat
berkaitan erat dengan aspek spiritual. Kalau keyakinan kita tidak kuat, bisa
jadi malah goyah ketika belajar filsafat.
0 komentar: