Tes Jawab Singkat untuk Memperoleh Intuisi Berfilsafat

06.20 RetnoAfni 0 Comments



Refleksi kuliah 4 Filsafat Ilmu Pendidikan
NURAFNI RETNO KURNIASIH / 15709251007
Selasa, 29 September 2015 ruang 305b gedung pasca lama.
Prof.Dr.Marsigit, M.A.


Tidak seperti biasanya, kuliah pada pertemuan keempat dengan bapak Prof.Dr.Marsigit, MA di kelas A Program Pascasarjana UNY jurusan pendidikan matematika semester 1  angkatan 2015 memunculkan aura ketegangan. Jam sudah menunjukkan pukul 11.10. Mahasiswa kelas A yang berjumlah 20 orang sudah hadir semua. Setelah melakukan absensi, bapak Marsigit meminta mahasiswa untuk mengeluarkan satu lembar kertas dan menyuruh untuk memberi nama pada kertas itu. Nampaknya tes dadakan akan segera dilaksanakan. Seluruh mahasiswa merasa tegang karena tes dadakan ini pertama kali terjadi selama menjadi mahasiswa baru.
Bagi saya sendiri mata kuliah filsafat dan mempelajari filsafat adalah pengalaman pertama saya. Tidak terduga dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya, keseluruhan pertanyaan yang berjumlah 50 itu dirasa aneh dan lucu bagi saya dan mahasiswa lain. Keunikan pertanyaan – pertanyaan tersebut adalah diantaranya pertanyaan Siapakah namamu? Siapakah nama saya? (Bapak Marsigit), dan siapakah nama ayah kamu?. Jawaban dari pertanyaan tersebut juga tak kalah unik, untuk jawaban siapakah namamu, jawabannya adalah “belum tentu Nur Afni Retno Kurniasih”. Jawaban itu  berlaku juga untuk pertanyaan yang serupa. Alasan penambahan kata “belum tentu” adalah karena peduli ruang dan waktu.
Pertanyaan selanjutnya jika ditanya berapa umurmu? Dan berapa berat badanmu?, jawabannya adalah lebih dari 20 tahun untuk umur, dan kurang lebih 50kg untuk berat badan. Terdapat penambahan kata lebih dari,kurang dari, atau kurang lebih pada jawaban angka. Intinya adalah tidak selalu tetap usia dan berat badan kita.
Anda lahir dari mana?. Sebagian besar mahasiswa menjawab dari rahim, namun jawaban itu adalah bukan jawaban menurut filsafat dan hanya jawaban untuk ilmu biologi. Jawaban yang tepat dari pertanyaan itu adalah bisa dari pikiran, bisa dari iman, bisa dari hati, bisa dari keikhlasan, bisa jadi dari pemerkosaan atau pemaksaan.
Kemudian jika ditanya kapan kamu lahir? Jawaban yang tepat menurut filsafat adalah di waktu lampau. Pertanyaan mengapa engkau lapar? Mengapa engkau haus? Jawabannya adalah karena merasakannya atau karena potensi. Mengapa engkau berfikir? Mengapa engkau bekerja? Jawabannya adalah karena sebab akibat atau sintesis. Mengapa engkau disitu? Mengapa engkau disini? Mengapa engkau dibawah? Mengapa engkau di atas? Mengapa yang dekat itu jauh? Mengapa yang besar itu kecil? Jawabannya adalah karena relatif. Siapa yang engkau cintai? Siapa yang engkau benci? Jawabannya adalah subjek, predikat, wadah, isi, sifat. Mengapa engkau tidur? Mengapa engkau bangun? Jawabannya adalah karena potensi. Mengapa engkau kesini? Mengapa engkau kesana? Mengapa engkau kesitu? Jawabannya adalah karena relatif dan karena pilihan.
Jawaban – jawaban lain yang sesuai dengan pemikiran filsafat membuat mahasiswa tertawa dan merasa aneh, meskipun jawaban itu sebenarnya masuk akal dan bisa diterima logika. Jawaban yang benar menurut filsafat bersifat tidak tetap dan bisa menjadi jawaban yang universal. Mengapa bisa terjadi jawaban – jawaban seperti itu? Karena unsur dasar kehidupan itu ada dua macam, takdir dan ikhtiar. Takdir itu adalah fatal, ikhtiar itu adalah vital. Lalu jika ada pertanyaan , bagaimana jika ada orang yang mencari dzat Tuhan dengan menggunakan teknologi?. Ilmu filsafat itu di ekstensikan dengan agama lain, dari agama Islam ke agama yang lainnya. Sebagai contoh di Bali, untuk agama Hindu semua dzat dianggap sakral, bahkan kentut pun sakral. Menurut agama Hindu semua dzat adalah di dalam pengaruh kuasa Tuhan. Islam juga mempercayai hal yang sama. Dalam filsafat Yunani kuno juga berpendapat bahwa dunia tercipta dari kuasa Tuhan. Dengan kata lain kalau ada orang yang berhasil menemukan dzat tuhan, tidaklah mengherankan karena pada dasarnya semua yang ada di bumi ini adalah kuasa tuhan. Contohnya kepala adalah ciptaan Tuhan, pegang saja kepala, itulah dzat Tuhan. Mereka yang ingin mencari dzat Tuhan itu berarti mereka sudah mulai berfikir. Setiap yang di pikirkan itu wadah, dan yang di ucapkan itu isi. Kita harus hidup sesuai dengan kodrat, percaya dengan takdir agar kita bisa hidup harmoni.
Hidup fatal saja tidak bisa, hidup pada ikhtiar saja juga tidak bisa. Ikhtiar sangat pendek dan sangat temporer, padahal secara keseluruhan Tuhan mempunyai skema yang kita tidak mampu menebaknya. Ramalan ketentuan takdir merupakan penyakit yang tidak harmoni dengan kuasa tuhan. Percaya dengan ramalan termasuk potensi hitam, buruk, dan masuk jalur neraka. Yang sudah terjadi sejak masa lampau hingga sekarang jelas takdir kehendak Tuhan. Akan tetapi takdir belum tentu mengenai apa yang sudah terjadi. Bagi orang beriman yang mempercayai takdir maka orang itu akan pandai bersyukur. Konsep tuhan dalam filsafat disebut kausa prima. Kausa prima yaitu sebab utama dan sebab pertama. Maka, orang eropa yang ingin mencari dzat Tuhan itu pasti ingin mencari dzat utama dan dzat pertama. Bahkan sebenarnya orang awam tidak akan paham dan mengetahui dzat itu. Menurut pandangan mereka, penemuan itu akan menjadi penemuan yang luar luar biasa. Untuk orang yang belajar filsafat, hal itu bukan sesuatu yang luar biasa. Sebenar – benar dunia adalah sintesis antara takdir dengan ikhtiar. Karena adanya potensi, kita bisa menemukan dzat Tuhan dimana – mana karena ciptaanNya juga ada dimana – mana.
Pembahasan jawaban dari tes jawab singkat hari itu menjadikan terbukanya pemikiran mahasiswa tentang ilmu filsafat. Karena memang tujuan dari tes itu adalah penyesuaian pemikiran kita dengan ilmu filsafat, filsafat itu selalu peduli terhadap ruang dan waktu. Tujuan yang kedua yaitu untuk mengadakan yang belum kita ketahui sehingga mahasiswa menjadi berpikir dan tahu. Tujuan ketiga untuk mendekonstruksi atau merombak kembali pemikiran yang selama ini menjadi kebiasaan menjadi seseorang yang berpikir kritis. Asumsinya adalah agar kita mahasiswa memperoleh intuisi dalam berfilsafat.

0 komentar: