Variabel Penelitian (Tugas)
Metodologi
Penelitian Pendidikan; Selasa,
13 Oktober 2015
VARIABEL PENELITIAN (Tugas) :
PERMASALAHAN 1
Perubahan Kurikulum
KTSP ke Kurikulum 2013. Penelitian pada masalah ini lebih menekankan pada
kesiapan Implementasi Kurikulum 2013 di suatu sekolah
A.Variabel
Penelitian
Kurikulum 2013 = variabel bebas
Kesiapan = variabel terikat
Hubungan satu variabel bebas dan satu
variabel terikat
1. Kesiapan
Keberhasilan kurikulum
2013 dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif, serta
dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci
sukses), antara lain berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, kreatifitas
guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi kurikulum, fasilitas dan sumber
belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.
Berikut penjelasannya menurut Ticcka Sari, 2014:
a.
Kesiapan Kepala Sekolah
Kunci sukses
pertama yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah
kepemimpinan kepala sekolah, terutama dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan
menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala
sekolah merupakan salah satu faktor penentu yang dapat menggerakkan semua
sumber daya sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran
sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara berencana dan
bertahap. Oleh karena itu, dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013
diperlukan kepala sekolah yang mandiri, dan professional dengan kemampuan
manajemen serta kepemimpinan yang tangguh. Agar mampu mengambil keputusan dan
prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah diperlukan,
terutama untuk memobilisasi sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan
perencanaan dan evaluasi program sekolah, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan,
sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, serta hubungan sekolah
dengan masyarakat.
Keberhasilan
kurikulum 2013, menuntut kepala sekolah yang demokratis professional, sehingga
mampu menumbuhkan iklim demokratis di sekolah yang akan mendorong terciptanya
iklim yang kondusif bagi terciptanya kualitas pendidikan dan pembelajaran yang
optimal untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik.
Kepala
sekolah yang mandiri, demokratis, dan professional harus berusaha menanamkan,
memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai yakni pembinaan mental,
moral, fisik, dan artistik.
b.
Kreativitas Guru
Kunci sukses
kedua yang menentukan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah
kreativitas guru, karena guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya,
bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.
Kurikulum 2013 akan sulit dilaksanakan di berbagai daerah karena sebagian besar
guru belum siap. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya terkait dengan urusan
kompetensinya, tetapi berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga
disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh Pemerintah.
Dalam hal ini, guru-guru yang bertugas di daerah dan di pedalaman akan sulit
mengikuti hal-hal baru dalam waktu singkat, apalagi dengan pendekatan tematik
integratif yang memerlukan waktu untuk memahaminya.
Beberapa hal yang perlu dimiliki guru, untuk mendukung
implementasi Kurikulum 2013 antara lain
sebagai berikut:
1)
Menguasai dan memahami kompetensi inti dalam
hubungannya deangan kompetensi lulusan;
2)
Menyukai apa yang diajarkannya dan menyenangi mengajar
sebagai suatu profesi;
3)
Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan
prestasinya;
4)
Menggunakan metoda dan media yang bervariasi gajar dan
membentuk kompetensi peserta didik;
5)
Memodifikasi dan mengeliminasi bahan yang kurang
penting bagi kehidupan peserta didik;
6)
Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir ;
7)
Menyiapkan proses pembelajaran;
8)
Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang
lebih baik, serta;
9)
Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi
dan karakter yang akan dibentuk.
c.
Aktivitas Peserta Didik
Kunci sukses ketiga yang menentukan
keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah aktivitas peserta didik. Dalam
rangka mendorong dan mengembangkan aktivitas peserta didik, guru harus mampu
mendisiplinkan peserta didik, terutama disiplin diri (self-dicipline). Guru
harus mampu membantu peserta didik mengembangka pola perilakunya; meningkatkan
standar perilakunya; dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan
disiplin dalam setiap aktivitasnya. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu
dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasionnal, yakni
sikap demokratis; sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal
tersebut.
d.
Sosialisasi Kurikulum
Kunci sukses
keempat yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah sosialisasi.
Sosialisasi dalam implementasi kurikulum sangat penting dilakukan, agar semua
pihak yang terlibat dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan
yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing,
sehingga mereka memberi dukungan terhadap perubahan kurikulum yang dilakukan.
Dalam hal ini seharusnya pemerintah mengembangkan grand design yang jelas dan
menyeluruh, agar konsep kurikulum yang diimplementasikan dapat dipahami oleh
para pelaksana secara utuh, tidak ditangkap secara parsial, keliru atau salah
paham.
Sosialisasi
kurikulum perlu dilakukan terhadap berbagai pihak yang terikat dalam
implementasinya, serta terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap
masyarakat dan orang tua peserta didik. Sosialisasi penting, terutama agar
seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta
kurikulum yang akan diimpementasikan. Sosialisasi bisa dilakukan oleh jajaran
pendidikan di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bergerak dalam
bidang pendidikan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) secara proporsional dan
professional. Di tingkat sekolah, sosialisasi bisa langsung oleh kepala sekolah
apabila yang bersangkutansudah mengenal dan cukup memehaminya. Namun demikian,
jika kepala sekolah belum begitu memehami, atau masih belum mantap dengan
konsep-konsep perubahan kurikulum yang akan dilakukan, maka bisa mengundang
ahlinya yang ada di masyarakat, baik dari kalangan pemerintahan, akademisi,
maupun dari kalangan penulis atau pengamat pendidikan. Sebaiknya dalam
sosialisasi juga dihadirkan komite sekolah, bahkan bila memungkinkan seluruh
orang tua, untuk dapat masukkan, dukungan dan pertimbangan tentang implementasi
kurikulum.
Sosialisasi
perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang
ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal, karena sosialisasi
merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan
perubahan kurikulum. Setelah sosialisasi, kemudian mengadakan musyawarah antara
kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah untuk mendapatkan
persetujuan dan pengesahan dari berbagai pihak dalam rangka menyukseskan
implementasi kurukulum 2013.
e.
Fasilitas dan Sumber Belajar
Kunci sukses kelima yang menentukan keberhasilan
implementasi kurikulum 2013 adalah fasilitas dan sumber belajar yang memadai,
agar kurikulum yang sudah dirancang dapat dilaksanakan secara optimal.
Fasilitas dan sumber belajar yang perlu dikembangkan dalam mendukung suksesnya
implementasi kurikulum antara lain laboratorium, pusat sumber belajar, dan
perpustakaan, serta tenaga pengelolaan dan peningkatan kemampuan
pengelolaannya. Fasilitas dan sumber belajar tersebut perlu didayagunakan
seoptimal mungkin, dipelihara, dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Kreatifitas guru dan peserta didik perlu senantiasa ditingkatkan untuk
membuat dan mengembangkan alat-alat pembelajaran serta alat peraga lain yang
berguna bagi peningkatan kualitas pembelajaran. Kreativitas tersebut
diperlukan, bukan semata-mata karena keterbatasan fasilitas dan dana dari
pemerintahan, tetapi merupakan kewajiban yang harus melekat pada setiap guru
untuk berkreasi, berimprovisasi, berinisiatif dan inovatif.
Pendayagunaan fasilitas dan
sumber belajar perlu dikaitkan dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain, fasilitas dan sumber belajar dipilih dan
digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan mennjang tercapainya
kompetensi. Secara umum dapat dikemukakan dua cara memanfaatkan fasilitas dan sumber
belajar dalam menyukseskan iplementasi kurkulum. Pertama; membawa sumber
belajar ke dalam kelas. Kedua; membawa kelas ke lapangan tempat sumber belajar
berada. Fasilitas dan sumber belajar sudah sewajarnya dikembangkan oleh sekolah
sesuai dengan apa yang digariskan dalam Standar Nasional Pendidikan
(SNP/PP.19/2005), mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini
didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan
fasilitas dan sumber belajar, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya,
terutama sumber-sumber belajar yang dirancang (by design) secara khusus untuk kepentingan pembelajaran.
f.
Lingkungan yang Kondusif Akademik
Kunci
sukses keenam yang menentukan
keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 adalah lingkungan yang kondusif-akademik,
baik secara fisik maupun nonfisik. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan
tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan
sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student-centered actvities) merupakan
tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik
tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang
menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan.
Iklim
belajar yang kondusif-akademik harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar
yang menyenangkan; seperti sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan,
penanmpilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan
guru dan di antara para peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi
dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan
peserta didik. Iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan
menubuhkan aktivitas serta kreatifitas peserta didik
g.
Partisipasi Warga Sekolah
Kunci sukses
yang turut menentukan keberhasilan Kurikulum 2013 adalah partisipasi warga
sekolah, khususnya tenaga kependidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah
sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam memperdayankan seluruh
warga sekolah, khususnya tenaga kependidikan yang tersedia.
Manajemen
tenaga kependidikan di sekolah harus ditunjukan untuk memperdayakan
tenaga-tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang
optimal, namun tetap pada kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu,
fungsi manajemen tenaga kependidikan di sekolah harus yang harus dilaksanakan
kepala sekolah adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi tenaga
kependidikan guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal, membantu tenaga kependidikan
mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier, serta
menyelaraskan tujuan individu, kelompok, dan lembaga.
Pelaksanaan
manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh kegiatan
utama, yaitu perencanaan tenaga kependidikan, pengadaan tenaga kependidikan, pembinaan dan
pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan mutasi, pemberhentian tenaga
kependidikan, kompensasi dan penilaian tenaga kependidikan.
2.
Kurikulum 2013
a.
Pengertian Kurikulum 2013
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang
pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014
memenuhi kedua dimensi tersebut.
Kurikulum 2013 diberlakukan di Indonesia mulai tahun
ajaran 2013/2014. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menjanjikan lahirnya
generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter.
Dengan kreativitas, anak-anak bangsa mampu berinovasi secara produktif untuk
menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Meskipun
demikian, keberhasilan Kurikulum 2013 dalam menghasilkan insan yang produktif,
kreatif, dan inovatif serta dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional
untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan
oleh berbagai faktor. Kunci sukses yang terdapat dalam faktor antara lain
berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas
peserta didik, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang
kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah. (Mulyasa, 2013:39).
b.
Karakteristik dan Asumsi Kurikulum 2013
Menurut
permendikbud nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah, karakteristik kurikulum 2013
dirancang sebagai berikut :
1)
Mengembangkan keseimbangan antara
pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja
sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2)
Sekolah merupakan bagian dari
masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan
masyarakat sebagai sumber belajar;
3)
Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
4)
Memberi waktu yang cukup leluasa
untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
5)
Kompetensi dinyatakan dalam bentuk
kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar
matapelajaran;
6)
Kompetensi inti kelas menjadi unsur
pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi
dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
dinyatakan dalam kompetensi inti;
7)
Kompetensi dasar dikembangkan
didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan
memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi
horizontal dan vertikal).
Sedikitnya terdapat tujuh asumsi yang mendasari Kurikulum 2013 berbasis
karakter dan kompetensi. Ketujuh asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, banyak sekolah yang memiliki sedikit guru professional, dan tidak
mampu melakukan proses pembelajaran secara optimal. Oleh karena itu, penerapan
Kurikulum berbasis kompetensi menuntut peningkatan kemampuan professional guru.
Kedua, banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan
pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang
terdapat dalam setiap mata pelajaran.
Ketiga, peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih bersih yang
dapat diisi atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki
sejumlah potensi tersebut menuntut iklim kondusif yang dapat mendorong peserta
didik belajar bagaimana belajar (learning how to learn), serta menghubungkan
kemampuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam
hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain mungkin biasa-biasa
saja, bahkan rendah. Sehingga guru harus dapat membantu menghubungkan
pengalaman yang sudah dimiliki dengan situasi baru.
Kelima, pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan untuk membantu
peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal.
(...)
Keenam, kurikulum sebagai rencana
pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara
sistematis, sebagai jabaran dari seluruh aspek kepribadian peserta didik, yang
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Ketujuh, kurikulum sebagai proses pembelajaran harus menyediakan berbagai
kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensinya secara optimal. Dalam hal ini tugas guru adalah memberikan kemudahan
dan kesempatan belajar peserta didik untuk menemukan ide dan menerapkan
strategi belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
(Mulyasa, 2013 : 164-166)
c.
Implementasi Kurikulum 2013
Implementasi merupakan suatu proses
penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis
sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary (Hornby. 1995:595)
dikemukakan bahwa implementasi adalah: “put something into effect”. Penerapan
sesuatu yang memberikan efek atau dampak.
Tujuan kurikulum 2013 berdasarkan
permendikbud nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah adalah:
Untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dalam permendikbud nomor 68 tahun
2013, landasan teoritis dan landasan yuridis dikembangkannya kurikulum 2013
adalah sebagai berikut :
kurikulum 2013 dikembangkan atas teori pendidikan
berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis
kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar
menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang
dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum
berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,
berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang
dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa
kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman
belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar
belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar
langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan
hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
Sedangkan landasan yuridis kurikulum 2013 adalah:
1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
3)
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
4)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
C.
Indikator Variabel Penelitian
1.
Indikator dari kesiapan tersebut diatas dipilih yang
paling dominan dalam persiapan implementasi kurikulum 2013, yaitu :
a)
Kepemimpinan kepala sekolah
b)
Kreativitas pendidik (kompetensi pedagogik,
profesional, kepribadian dan sosial)
c)
Sosialisasi Kurikulum 2013
d)
Fasilitas dan Sumber Belajar
2.
Kurikulum 2013
Kesiapan implementasi kurikulum 2013
D. Sumber Data
1.
Kepala sekolah
2.
Guru
3.
Siswa
VARIABEL PENELITIAN (Tugas) :
PERMASALAHAN 2
Penilaian autentik
dalam kurikulum 2013 merepotkan. Penelitian pada masalah ini lebih menekankan
pada keterlaksanaan Implementasi Kurikulum 2013 di suatu sekolah lebih khusus
dalam mengimplementasikan penilaian autentik
A.
Variabel Penelitian
Penilaian Autentik Kurikulum 2013 =
variabel bebas
Keterlaksanaan = variabel terikat
Hubungan satu variabel bebas dan satu
variabel terikat
B.
Kaitan
Variabel dengan Daftar Pustaka
1.
Kurikulum 2013
a.
Pengertian Kurikulum 2013
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang
pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014
memenuhi kedua dimensi tersebut.
Kurikulum 2013 diberlakukan di Indonesia mulai tahun ajaran 2013/2014.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa
yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Dengan kreativitas,
anak-anak bangsa mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan
masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Meskipun demikian, keberhasilan
Kurikulum 2013 dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif
serta dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Kunci
sukses yang terdapat dalam faktor antara lain berkaitan dengan kepemimpinan
kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas peserta didik, sosialisasi,
fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik, dan
partisipasi warga sekolah. (Mulyasa, 2013:39).
b.
Karakteristik dan Asumsi Kurikulum 2013
Menurut
permendikbud nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah, karakteristik kurikulum 2013
dirancang sebagai berikut :
1)
Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial,
rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan
psikomotorik;
2)
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3)
Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya
dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4)
Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,
dan keterampilan;
5)
Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih
lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;
6)
Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements)
kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7)
Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Sedikitnya
terdapat tujuh asumsi yang mendasari Kurikulum 2013 berbasis karakter dan
kompetensi. Ketujuh asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama,
banyak sekolah yang memiliki sedikit guru professional, dan tidak mampu
melakukan proses pembelajaran secara optimal. Oleh karena itu, penerapan
Kurikulum berbasis kompetensi menuntut peningkatan kemampuan professional guru.
Kedua,
banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman,
sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang terdapat
dalam setiap mata pelajaran.
Ketiga,
peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih bersih yang dapat diisi
atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi
tersebut menuntut iklim kondusif yang dapat mendorong peserta didik belajar
bagaimana belajar (learning how to learn), serta menghubungkan kemampuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat,
peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu
memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain mungkin biasa-biasa saja, bahkan
rendah. Sehingga guru harus dapat membantu menghubungkan pengalaman yang sudah
dimiliki dengan situasi baru.
Kelima,
pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan untuk membantu peserta didik
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal. (...)
Keenam, kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus
berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai
jabaran dari seluruh aspek kepribadian peserta didik, yang mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Ketujuh,
kurikulum sebagai proses pembelajaran harus menyediakan berbagai kemungkinan
kepada seluruh peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensinya secara
optimal. Dalam hal ini tugas guru adalah memberikan kemudahan dan kesempatan
belajar peserta didik untuk menemukan ide dan menerapkan strategi belajar
sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing. (Mulyasa, 2013 :
164-166)
c.
Implementasi Kurikulum 2013
Implementasi merupakan suatu proses
penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis
sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary (Hornby. 1995:595)
dikemukakan bahwa implementasi adalah: “put something into effect”. Penerapan
sesuatu yang memberikan efek atau dampak.
Tujuan kurikulum 2013 berdasarkan
permendikbud nomor 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah adalah:
Untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dalam permendikbud nomor 68 tahun
2013, landasan teoritis dan landasan yuridis dikembangkannya kurikulum 2013
adalah sebagai berikut :
kurikulum 2013 dikembangkan atas teori pendidikan
berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis
kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar
menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang
dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum
berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,
berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar
langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang,
karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung
individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil
belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
Sedangkan landasan yuridis kurikulum 2013 adalah:
5)
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
6)
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
7)
Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional; dan
8)
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
2.
Penilaian Autentik
Penilaian autentik memiliki
relevansi kuat terhadap pendekatan saintifik dalam pembelajaran sesuai dengan
tuntutan kurikulum 2013. Penilaian dalam kurikulum 2013 mengacu pada
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian pendidikan. Standar penilaian
bertujuan untuk menjamin:
a.
perencanaan
penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan
berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b.
pelaksanaan
penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya;
c. pelaporan hasil
penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Menurut Imas Kurniasih (2014: 47-48), ada dua macam
penilaian, diantaranya :
a.
Penilaian
(assesment) adalah proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
b.
Penilaian
autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses,
dan keluaran (output) pembelajaran,
yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.
Menurut Kunandar
(2013:35), Penilaian (assessment)
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses
pembelajaran dengan benar.
Penilaian autentik merupakan
pendekatan dan instrumen penilaian yang memberikan kesempatan luas kepada
peserta didik untuk menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang sudah
dimilikinya dalam bentuk tugas-tugas seperti :
a.
Membaca
dan meringkasnya
b.
Eksperimen
c.
Mengamati
d.
Survei
e.
Projek
f.
Makalah
g.
Membuat
multi media
h.
Membuat
karangan, dan
i.
Diskusi
kelas (Kurniasih, 2014: 48-49)
Menurut Kunandar (2013:38), ciri-ciri penilaian
autentik adalah:
a.
Harus
mengukur semua aspek pembelajaran, yakni kinerja dan hasil atau produk.
b.
Dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
c.
Menggunakan
berbagai cara dan sumber
d.
Tes hanya
salah satu alat pengumpul data penilaian
e.
Tugas-tugas
yang diberikan kepada peserta didik harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan
peserta didik yang nyata.
f.
Penilaian
harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian peserta didik bukan
keluasannya.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian pendidikan, teknik
dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sebagai berikut:
a.
Penilaian
kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer
evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi,
penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal
berupa catatan pendidik.
1)
Observasi
merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
2)
Penilaian
diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
3)
Penilaian
antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
4)
Jurnal
merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.
b.
Penilaian
Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan
melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1)
Instrumen
tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2)
Instrumen
tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3)
Instrumen
penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara
individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
c.
Penilaian
Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan
melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek,
dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)
Tes
praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2)
Projek
adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu.
3)
Penilaian
portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh
karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta
didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata
yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
Instrumen
penilaian harus memenuhi persyaratan:
a.
substansi
yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
b.
konstruksi
yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan;
dan
c.
penggunaan
bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik.
C. Indikator Variabel Penelitian
Indikator
dari keterlaksanaan penilaian autentik dalam implementasi kurikulum 2013 adalah
:
1.
Kompetensi sikap
2.
Kompetensi pengetahuan
3.
Kompetensi keterampilan
D. Sumber Data
Guru
VARIABEL PENELITIAN (Tugas) :
PERMASALAHAN 3
Siswa
belum menjadi subjek belajar, belum mampu berfikir kritis dan kreatif. Penelitian
pada masalah ini lebih menekankan pada pelaksanaan strategi pembelajaran
inkuiri, yang diduga dapat meningkatkan kemampuan siswa berfikir kritis dan kreatif
dalam mata pelajaran matematika
A.Variabel
Penelitian
Metode Inkuiri = variabel bebas
Berfikir kritis = variabel terikat
Berfikir kreatif = variabel terikat
Hubungan satu variabel bebas dan dua
variabel terikat
B.
Kaitan Variabel dengan Daftar Pustaka
1.
Metode Pembelajaran Inkuiri
a. Pengertian
Pembelajaran Inkuiri
Menurut Hosnan (2014),
pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran inkuiri menekankan
kepada proses mencari dan menemukan.
Menurut
Kesuma (Roida & Maya, Tanpa Tahun), inkuiri adalah proses pembelajaran yang
didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis.
Menurut
Trowbridge dan Bybee (Mustachfidoh dkk, 2013), pembelajaran inkuiri merupakan
suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa, kelompok-kelompok siswa
dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
melalui suatu prosedur yang telah direncanakan secara jelas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang
berfokus pada peran aktif siswa untuk
berpikir kritis dan analitis dalam mencari dan menemukan sendiri solusi suatu
masalah dimana di dalamnya melibatkan proses mental yang lebih tinggi seperti
merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan
data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
b. Karakteristik
Pembelajaran Inkuiri
Model
pembelajaran inkuiri memiliki karakteristik-karakteristik dalam segi
implementasinya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hosnan (2014) sebagai
berikut:
1.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada
aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan.
2.
Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta
didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
3.
Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri
adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis,
atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
c. Sintaks
Pembelajaran Inkuiri
Menurut
Sanjaya (2006), secara umum langkah
– langkah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan SPI sebagai berikut :
1.
Orientasi
2.
Merumuskan
masalah
3.
Mengajukan
hipotesis
4.
Mengumpulkan
data
5.
Menguji
hipotesis
6.
Merumuskan
kesimpulan
d. Kelebihan
Kekurangan Pembelajaran Inkuiri
Menurut
Suryosubroto (1997: 200-201) menjelaskan kelebihan-kelebihan pembelajaran inkuiri
sebagai berikut:
1)
Dianggap membantu siswa mengembangkan
atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif
siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin.
2)
Pengetahuan diperoleh dari strategi ini
sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat
kukuh.
3)
Strategi penemuan membangkitkan gairah
pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya.
4)
Metode ini memberikan kesempatan pada
siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5)
Metode
ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih
merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada
suatu proyek penemuan khusus.
6)
Metode
ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan
pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.
7)
Strategi
ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru
berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. guru menjadi teman belajar
terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya.
8)
Membantu
perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebeneran
akhir dan mutlak.
Suryosubroto
(1997: 200-201) kekurangan dalam pembelajaran Inkuiri adalah sebagai berikut:
1)
Dipersyaratkan keharusan adanya
persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin
bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal
abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu
subjek atau usahanya dalam menyusun suatu hasil penemuaan dalam bentuk
tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan
menimbulkan frustasi pada siswa lain.
2)
Metode ini kurang berhasil untuk
mengajar dikelas. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membatu
seorang siswa menemukan teori-teori.
3)
Harapan yang ditumpahkan pada strategi
ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan
dan pengajaran secara tradisional
4)
Mengajar dengan penemuan mungkin akan
dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan
keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh
pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.
5)
Dalam beberapa ilmu (misalanya IPA)
fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
6)
Strategi
ini mungkin tidak akan memberikan kesempatan untuk berfikir kreatif, sebab
pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru.
2.
Berfikir Kritis
Gunawan (2003:177-178) menyatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang
kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis
melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, manganalisis
masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan
dan mem-perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian berpikir deduktif
melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial, logis silogisme
dan membedakan fakta dan opini. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah
kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi , membandingkan dan
mempertentangkan.
Berfikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan
menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik
kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah (Chance,1986).
Robert
Ennis (1985) dalam Morgan (1999) memberikan definisi berpikir kritis adalah berpikir
reflektif yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini
dan harus dilakukan. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis
menurut Ennis terdiri atas duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan masalah, (2)
menganalisis argumen, (3) menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber
informasi, (5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat
deduksi dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi,
(9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11) memutuskan
dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain.
Karakteristik
lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15)
secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a.
Watak (dispositions)
Seseorang
yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,
respek terhadap kejelasan dan ketelitian,mencari pandangan-pandangan lain yang
berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya
baik.
b.
Kriteria (criteria)
Dalam
berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria
yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan
kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel,
teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan
yang matang.
c.
Argumen (argument)
Argumen
adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data Keterampilan berpikir
kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d.
Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu
kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya
akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e.
Sudut pandang (point of view)
Sudut
pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan
konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah
fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f.
Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying
criteria)
Prosedur
penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan
meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
3.
Berfikir Kreatif
Berpikir kreatif
adalah suatu kegiatan mental untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa
gagasan atau karya nyata dengan menggabungkan unsur-unsur yang sudah ada
sebelumnya. Berdasarkan beberapa kajian tersebut, maka penilaian kemampuan berpikir
kreatif dalam penelitian ini menggunakan tiga karakteristik, yaitu; kefasihan, fleksibilitas,
dan kebaruan.
Kriteria
kreativitas pemecahan masalah menurut Silver diindikasikan dengan kefasihan,
fleksibilitas, dan kebaruan. Kefasihan dalam pemecahan masalah didasarkan pada
kemampuan siswa memecahkan/ menyelesaikan masalah dengan memberi jawaban yang beragam
dan benar.
Berdasarkan
penjelasan karakteristik berpikir kreatif diatas, aspek kemampuan berpikir
kreatif yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
a)
Keterampilan menyusun permasalahan dengan beberapa
alternatif jawaban yang terfokus pada pertanyaan
b)
Keterampilan memberikan penyelesaian yang berbeda dari
sebelumnya
c)
Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dan dapat
memberikan solusi yang baru terhadap penyelesaian matematika.
C. Indikator Variabel Penelitian
Indikator berdasarkan
aspek kemampuan berpikir kritis adalah:
1.
Keterampilan untuk menolak informasi yang tidak benar
dan tidak relevan
2.
Keterampilan untuk mendeteksi kekeliruan dan
memperbaiki kekeliruan konsep
3.
Keterampilan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan
setelah seluruh fakta dikumpulkan dan mempertimbangkan
4.
Keterampilan untuk mencari solusi baru.
Indikator berdasarkan
penjelasan karakteristik berpikir kreatif, adalah:
1.
Keterampilan menyusun permasalahan dengan beberapa
alternatif jawaban yang terfokus pada pertanyaan
2.
Keterampilan memberikan penyelesaian yang berbeda dari
sebelumnya
3.
Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dan dapat
memberikan solusi yang baru terhadap penyelesaian matematika.
D.Sumber Data
Guru dan
siswa
0 komentar: